rubianto.id

18 Desember 2025

Soto Kudus: Semangkuk Kecil yang Menyimpan Cerita Besar

Soto Kudus bukan sekadar hidangan berkuah yang menghangatkan perut. Kuliner khas dari Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ini menyimpan cerita sejarah, nilai budaya, dan pesan toleransi yang masih relevan hingga hari ini. Disajikan dalam mangkuk kecil dengan kuah bening yang gurih, Soto Kudus berhasil mencuri hati banyak pencinta kuliner Nusantara.

Lebih dari Sekadar Soto

Jika dibandingkan dengan soto dari daerah lain, Soto Kudus memiliki keunikan tersendiri. Kuahnya bening, ringan, dan tidak bersantan. Rasanya gurih namun tidak berat, membuatnya cocok disantap kapan saja—baik pagi, siang, maupun malam hari.

Ciri paling mencolok adalah porsinya yang relatif kecil. Namun jangan salah, meski tampak sederhana, kekayaan rasa dan aromanya justru menjadi kekuatan utama Soto Kudus.

Jejak Sejarah dan Nilai Toleransi

Keistimewaan Soto Kudus tidak bisa dilepaskan dari sejarah masyarakat Kudus yang menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama. Secara tradisional, Soto Kudus menggunakan daging kerbau sebagai pengganti daging sapi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci.

Nilai saling menghormati inilah yang kemudian melekat kuat pada identitas Soto Kudus. Hingga kini, meskipun banyak warung menyajikan versi ayam atau sapi, filosofi toleransi tersebut tetap menjadi bagian dari ceritanya.

Rahasia Kelezatan Soto Kudus

Kuah Soto Kudus dibuat dari kaldu ayam atau kerbau yang direbus perlahan bersama rempah-rempah seperti bawang putih, ketumbar, lengkuas, dan daun salam. Proses ini menghasilkan aroma harum dan rasa gurih alami tanpa perlu tambahan santan.

Isiannya pun sederhana, biasanya berupa suwiran ayam atau irisan daging, tauge, dan telur rebus. Sentuhan bawang putih goreng dan taburan seledri semakin memperkaya cita rasa.

Pelengkap yang Tak Terpisahkan

Soto Kudus hampir selalu disajikan bersama nasi putih terpisah. Untuk menyesuaikan selera, tersedia berbagai pelengkap seperti sambal rawit, sambal kecap, kecap manis, dan perasan jeruk nipis.

Sebagai teman makan, banyak warung Soto Kudus juga menyediakan lauk tambahan seperti tempe goreng, tahu goreng, perkedel kentang, hingga kerupuk atau emping. Kombinasi sederhana ini justru membuat pengalaman menyantap Soto Kudus terasa lengkap.

Soto Kudus di Zaman Sekarang

Kini, Soto Kudus tidak hanya bisa dinikmati di kota asalnya. Di berbagai kota besar, Soto Kudus hadir sebagai menu favorit di rumah makan tradisional maupun modern. Meski tampil lebih variatif, esensi Soto Kudus sebagai hidangan ringan, bersih, dan penuh makna tetap dipertahankan.

Popularitasnya yang terus bertahan membuktikan bahwa Soto Kudus bukan sekadar tren kuliner, melainkan warisan rasa yang diwariskan lintas generasi.

Dalam semangkuk kecil Soto Kudus, tersaji lebih dari sekadar kuah dan daging. Ada cerita tentang kesederhanaan, sejarah, dan toleransi yang menyatu dalam cita rasa. Tak heran jika Soto Kudus terus dicari dan dicintai, menjadi bukti bahwa kuliner tradisional Indonesia memiliki kekuatan cerita yang tak lekang oleh waktu.

14 Desember 2025

Manfaat Tidak Memiliki Media Sosial: Hidup Lebih Tenang di Era Serba Online

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bangun tidur membuka Instagram, istirahat kerja melihat TikTok, sebelum tidur mengecek WhatsApp. Namun, di tengah arus tersebut, muncul fenomena menarik: semakin banyak orang memilih tidak memiliki media sosial—atau setidaknya berhenti menggunakannya secara aktif.

Keputusan ini sering dianggap aneh atau ketinggalan zaman. Padahal, tidak memiliki media sosial justru membawa banyak manfaat bagi kesehatan mental, produktivitas, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Pikiran Lebih Tenang dan Minim Stres

Media sosial kerap menjadi sumber stres tanpa disadari. Berita negatif, konflik di kolom komentar, perbandingan hidup dengan orang lain, hingga tekanan untuk selalu terlihat “bahagia” dapat membebani pikiran.

Tanpa media sosial:

  • Tidak ada dorongan membandingkan diri dengan orang lain
  • Tidak terpapar drama dan konflik daring
  • Pikiran lebih fokus pada kehidupan nyata

Hasilnya, hidup terasa lebih tenang dan emosional lebih stabil.

Lebih Fokus dan Produktif

Notifikasi yang terus berbunyi memecah konsentrasi. Banyak orang berniat membuka media sosial “sebentar”, namun akhirnya menghabiskan waktu berjam-jam tanpa sadar.

Tidak memiliki media sosial membantu:

  • Mengurangi distraksi
  • Meningkatkan fokus kerja dan belajar
  • Menghemat waktu untuk hal yang lebih bermanfaat
Waktu yang biasanya habis untuk scrolling bisa dialihkan untuk membaca, berolahraga, atau mengembangkan keterampilan.

Hubungan Sosial Lebih Berkualitas

Ironisnya, meski media sosial menghubungkan banyak orang, hubungan yang terbangun sering kali dangkal. Interaksi hanya sebatas “like”, komentar singkat, atau emoji.

Tanpa media sosial:

  • Interaksi lebih banyak terjadi secara langsung
  • Percakapan lebih bermakna dan mendalam
  • Hubungan emosional terasa lebih nyata
Kualitas pertemanan meningkat meski jumlahnya mungkin lebih sedikit.

Privasi Lebih Terjaga

Media sosial mendorong pengguna untuk membagikan kehidupan pribadi: lokasi, aktivitas harian, hingga perasaan terdalam. Tanpa disadari, ini membuka celah pelanggaran privasi.

Tidak memiliki media sosial berarti:

  • Data pribadi lebih aman
  • Tidak merasa wajib membagikan kehidupan pribadi
  • Lebih bebas menjalani hidup tanpa pengawasan publik
Hidup terasa lebih autentik karena tidak harus “dipamerkan”.

Rasa Percaya Diri Lebih Sehat

Media sosial sering menciptakan standar hidup yang tidak realistis. Foto sempurna, tubuh ideal, dan kesuksesan instan membuat banyak orang merasa “kurang”.

Tanpa paparan tersebut:

  • Rasa syukur meningkat
  • Harga diri tidak bergantung pada validasi online
  • Kepercayaan diri tumbuh secara alami
Seseorang lebih fokus pada pertumbuhan diri, bukan penilaian orang lain.

Kesehatan Mental Lebih Terjaga

Berbagai penelitian menunjukkan hubungan antara penggunaan media sosial berlebihan dengan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Menghindarinya dapat menjadi langkah preventif yang sederhana namun efektif.

Manfaat yang dirasakan:

  • Tidur lebih nyenyak
  • Emosi lebih stabil
  • Risiko kecanduan digital berkurang
Tidak memiliki media sosial bukan berarti anti-teknologi atau menutup diri dari dunia. Ini adalah pilihan sadar untuk mengelola waktu, emosi, dan perhatian dengan lebih bijak.

Di tengah dunia yang bising dan serba cepat, menjauh dari media sosial bisa menjadi cara sederhana untuk menemukan kembali ketenangan, fokus, dan makna hidup yang lebih dalam.

Kadang, bukan dengan menambah koneksi digital hidup menjadi lebih baik—melainkan dengan menguranginya.

13 Desember 2025

Penolakan Imunisasi karena Keyakinan Agama: Tantangan Serius dalam Mencapai Cakupan Imunisasi Optimal

Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat paling efektif dalam mencegah penyakit menular berbahaya seperti campak, difteri, polio, dan pertusis. Namun, keberhasilan program imunisasi tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan vaksin, tetapi juga oleh penerimaan masyarakat. Salah satu tantangan terbesar yang masih dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia, adalah penolakan imunisasi karena keyakinan agama.

Penolakan ini tidak selalu bersifat individual, melainkan sering muncul secara kolektif dalam komunitas religius tertentu. Ketika penolakan terjadi secara luas, dampaknya dapat menurunkan capaian imunisasi dan meningkatkan risiko terjadinya wabah penyakit yang seharusnya dapat dicegah.

Keyakinan Agama sebagai Faktor Penolakan Imunisasi

Keyakinan agama memengaruhi cara individu memandang kesehatan, penyakit, dan intervensi medis. Dalam konteks imunisasi, pengaruh ini muncul dalam beberapa bentuk utama.

Pertama, keraguan terhadap kehalalan vaksin. Pada masyarakat religius, khususnya di negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, isu halal–haram menjadi pertimbangan penting. Ketidakjelasan bahan atau proses pembuatan vaksin sering memunculkan kekhawatiran bahwa vaksin mengandung unsur yang dilarang oleh ajaran agama. Ketika informasi ini tidak dijelaskan secara memadai, keraguan dapat berubah menjadi penolakan.

Kedua, pandangan teologis tentang takdir dan penyakit. Sebagian individu meyakini bahwa penyakit merupakan kehendak Tuhan yang tidak perlu dicegah melalui intervensi medis. Dalam pandangan ini, vaksinasi dianggap sebagai bentuk kurangnya keimanan atau ketergantungan berlebihan pada usaha manusia.

Ketiga, pengaruh tokoh agama. Tokoh agama memiliki otoritas moral yang sangat kuat di komunitasnya. Dukungan tokoh agama terhadap imunisasi terbukti dapat meningkatkan penerimaan vaksin, sebaliknya sikap ragu atau penolakan dari tokoh agama sering kali diikuti oleh masyarakat secara luas.

Keempat, norma dan tekanan sosial berbasis agama. Dalam komunitas yang homogen secara religius, keputusan individu sering dipengaruhi oleh norma kelompok. Orang tua yang sebenarnya tidak menolak imunisasi dapat mengurungkan niatnya karena takut dikucilkan atau dianggap melanggar nilai komunitas.

Dampak Penolakan Imunisasi terhadap Capaian Kesehatan Masyarakat

Penolakan imunisasi berbasis agama tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat luas. Ketika sejumlah kelompok menolak vaksinasi, terbentuklah kantong-kantong populasi rentan yang dapat menjadi sumber penularan penyakit.

Cakupan imunisasi yang rendah menyebabkan kekebalan kelompok (herd immunity) tidak tercapai. Akibatnya, penyakit menular mudah menyebar kembali, bahkan di wilayah yang secara umum memiliki cakupan imunisasi cukup tinggi. Bayi, lansia, dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu menjadi kelompok yang paling berisiko.

Selain itu, wabah penyakit akibat rendahnya cakupan imunisasi meningkatkan beban sistem kesehatan, mulai dari meningkatnya angka rawat inap hingga pembengkakan biaya penanggulangan kejadian luar biasa. Semua ini sebenarnya dapat dicegah jika cakupan imunisasi tetap terjaga.

Implikasi bagi Kebijakan dan Program Kesehatan

Memahami penolakan imunisasi sebagai fenomena sosial–religius memberikan pelajaran penting bahwa pendekatan kesehatan masyarakat tidak dapat bersifat satu arah. Edukasi medis saja sering kali tidak cukup.

Pendekatan yang lebih efektif meliputi:

  • kolaborasi dengan tokoh agama untuk menyampaikan pesan kesehatan yang sejalan dengan nilai keagamaan,
  • komunikasi yang transparan mengenai bahan dan proses pembuatan vaksin, termasuk status kehalalan,
  • pendekatan empatik kepada keluarga dan komunitas, bukan konfrontatif,
  • serta penguatan literasi kesehatan untuk menangkal misinformasi yang beredar di lingkungan religius.

Ketika nilai agama dan tujuan kesehatan masyarakat dapat dipertemukan, penerimaan imunisasi cenderung meningkat.

7 Desember 2025

Stres Manusia Modern Setara dengan Stres Menghadapi Seekor Singa: Tinjauan Neurobiologis dan Psikososial

Stres merupakan reaksi adaptif tubuh untuk menghadapi ancaman internal maupun eksternal. Pada masa prasejarah, ancaman utama berupa predator, kondisi alam ekstrem, dan kompetisi fisik. Ancaman tersebut memicu respons stres akut yang memfasilitasi kelangsungan hidup (Sapolsky, 2004). Namun, pada era modern, bentuk stres bergeser ke arah tuntutan sosial, pekerjaan, finansial, dan digital (McEwen, 2007). Meskipun berbeda secara bentuk, organisme manusia tetap mengaktifkan mekanisme neurobiologis yang sama. Hal ini menimbulkan fenomena di mana stres modern dapat menghasilkan intensitas fisiologis yang setara dengan stres menghadapi seekor singa, tetapi berlangsung secara lebih kronis.

Mekanisme Neurobiologis Stres

Respons stres dikendalikan oleh sumbu HPA (Hypothalamic–Pituitary–Adrenal) dan sistem saraf simpatis. Ketika individu menghadapi ancaman, hipotalamus memicu pelepasan CRH, diikuti ACTH dari pituitari, dan akhirnya kortisol dari kelenjar adrenal (Kemeny, 2003). Aktivasi simultan sistem simpatis menghasilkan peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan kesiapan motorik.

Pada konteks evolusioner, respons ini berfungsi untuk menghadapi ancaman predator seperti singa. Respons yang cepat dan intens bersifat adaptif terhadap ancaman fisik akut.

Stres Modern sebagai Pemicu Respons Evolusioner Lama

Pada era digital, ancaman tidak lagi berupa bahaya fisik, tetapi berupa tekanan pekerjaan, konflik interpersonal, tuntutan sosial, dan informasi berlebih. Namun otak limbik—khususnya amigdala—tidak membedakan ancaman fisik dan psikososial (LeDoux, 2012). Akibatnya, notifikasi dari ponsel, kritik atasan, atau tekanan ekonomi dapat memicu respons fisiologis serupa dengan menghadapi predator.

Perbedaan Stres Akut dan Stres Kronis

Stres menghadapi predator umumnya bersifat akut, intens, tetapi singkat. Setelah ancaman berlalu, tubuh kembali stabil. Sebaliknya, stres modern bersifat kronis karena bersumber dari masalah yang berlangsung lama: pekerjaan, ekonomi, pendidikan, dan media sosial (Lupien et al., 2009). Aktivasi sumbu HPA yang terus-menerus memicu allostatic load, yaitu kelelahan biologis akibat stres berkepanjangan (McEwen & Wingfield, 2010).

Dampak Kesehatan Stres Modern

Stres kronis berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan:

Dampak Fisiologis

  • hipertensi dan penyakit kardiovaskular
  • penurunan imunitas
  • gangguan tidur
  • masalah gastrointestinal
  • inflamasi kronis

Dampak Psikologis

  • kecemasan dan depresi
  • burnout
  • gangguan konsentrasi
  • kelelahan kognitif

Kondisi ini lebih berbahaya daripada stres akut karena bersifat terus-menerus tanpa resolusi yang jelas.

Implikasi bagi Kehidupan Modern

Relevansi temuan ini menunjukkan perlunya strategi pengelolaan stres yang terstruktur, meliputi:

  • regulasi pernapasan dan teknik relaksasi
  • aktivitas fisik teratur
  • manajemen waktu dan informasi
  • dukungan sosial
  • intervensi psikologis berbasis kognitif-perilaku

Pendekatan ini membantu menurunkan aktivasi sumbu HPA sehingga mengurangi beban fisiologis jangka panjang.

Respons stres manusia modern memiliki dasar biologis yang sama dengan respons ketika menghadapi ancaman ekstrem pada manusia purba, seperti serangan predator. Namun, karakteristik stres modern yang bersifat kronis menjadikannya lebih berbahaya bagi kesehatan. Kesetaraan respons fisiologis tersebut menunjukkan bahwa tubuh manusia belum sepenuhnya beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial modern yang kompleks. Dengan memahami mekanisme ini, diperlukan strategi pengelolaan stres yang komprehensif untuk menjaga kesehatan fisik dan mental di era modern.

Referensi:

Kemeny, M. E. (2003). The psychobiology of stress. Current Directions in Psychological Science, 12(4), 124–129.

LeDoux, J. (2012). The emotional brain: The mysterious underpinnings of emotional life. Simon & Schuster.

Lupien, S. J., McEwen, B. S., Gunnar, M. R., & Heim, C. (2009). Effects of stress throughout the lifespan on the brain, behaviour and cognition. Nature Reviews Neuroscience, 10(6), 434–445.

McEwen, B. S. (2007). Physiology and neurobiology of stress and adaptation: Central role of the brain. Physiological Reviews, 87(3), 873–904.

McEwen, B. S., & Wingfield, J. C. (2010). What is in a name? Integrating homeostasis, allostasis and stress. Hormones and Behavior, 57(2), 105–111.

Sapolsky, R. M. (2004). Why zebras don’t get ulcers: The acclaimed guide to stress, stress-related diseases, and coping. Holt Paperbacks.

22 November 2025

Vaksin dan Tuberkulosis (TB) Dewasa

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius di dunia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini masih menjadi tantangan besar, terutama di negara berkembang. Indonesia termasuk dalam tiga besar negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Tingginya jumlah kasus tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan, tetapi juga memengaruhi produktivitas, kondisi sosial-ekonomi, dan kualitas hidup masyarakat.

Kelompok usia dewasa merupakan populasi yang paling banyak terinfeksi TB. Hal ini disebabkan oleh tingginya mobilitas, aktivitas sosial, dan risiko terpapar dalam lingkungan kerja maupun tempat tinggal yang padat. TB pada dewasa juga memiliki peran besar dalam rantai penularan, karena individu dewasa cenderung berinteraksi dengan lebih banyak orang setiap hari. Penularan biasanya terjadi melalui droplet yang keluar saat penderita batuk, bersin, atau berbicara, sehingga orang dewasa dengan TB paru aktif berpotensi menjadi sumber penularan utama bagi keluarga dan masyarakat.

Di samping itu, berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kerentanan orang dewasa terhadap TB, seperti status gizi yang buruk, merokok, diabetes mellitus, konsumsi alkohol, kondisi rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan, serta akses layanan kesehatan yang terbatas. Kurangnya pengetahuan mengenai gejala TB, stigma sosial, dan keterlambatan dalam mencari pengobatan juga berkontribusi terhadap bertambahnya kasus TB yang tidak terdeteksi dan tidak tertangani secara tepat waktu.

Meskipun pemerintah telah menyediakan program penanggulangan TB, termasuk pemeriksaan dahak, layanan TCM, dan pengobatan OAT gratis, angka kesembuhan TB pada dewasa masih belum optimal. Tantangan utama yang sering muncul adalah kurangnya kepatuhan pengobatan, efek samping obat, dan ketidakpahaman pasien tentang pentingnya menyelesaikan terapi OAT hingga tuntas. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya TB resistan obat (TB RO), yang berdampak lebih berat dan membutuhkan pengobatan lebih lama serta lebih mahal.

Situasi tersebut menunjukkan bahwa TB pada usia dewasa masih menjadi masalah yang memerlukan perhatian serius. Penelitian mengenai faktor risiko, tingkat pengetahuan, perilaku pencegahan, kepatuhan pengobatan, atau faktor klinis pada pasien TB dewasa sangat penting untuk mendukung upaya pengendalian TB di masyarakat. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi TB pada populasi dewasa serta menjadi dasar dalam perencanaan intervensi dan program kesehatan yang lebih efektif.

Vaksin TB Dewasa

Tuberkulosis (TB) hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian tertinggi di dunia. Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini terutama menyerang orang dewasa, yang memiliki mobilitas tinggi dan berpotensi menjadi sumber penularan utama dalam masyarakat. Meskipun berbagai program telah dijalankan, seperti deteksi dini, pengobatan OAT gratis, serta terapi pencegahan TB (TPT), penurunan angka kasus belum menunjukkan hasil signifikan. Hal ini menegaskan bahwa upaya pencegahan tambahan, termasuk vaksinasi, sangat penting untuk mengendalikan epidemi TB.

Sampai saat ini, satu-satunya vaksin TB yang tersedia secara luas adalah vaksin Bacillus Calmette–Guérin (BCG). Namun, vaksin BCG secara rutin hanya diberikan pada bayi dan terbukti terutama efektif mencegah bentuk TB berat pada anak, seperti meningitis TB dan TB milier. Efektivitas BCG dalam mencegah TB paru pada orang dewasa terbatas, sehingga tidak direkomendasikan sebagai vaksinasi ulang atau booster pada populasi dewasa. Keterbatasan ini membuat perlindungan imunologis terhadap TB pada usia dewasa masih lemah, padahal kelompok usia inilah yang paling banyak menjadi penyumbang kasus aktif dan penularan.

Berbagai penelitian telah mengembangkan kandidat vaksin baru yang ditujukan untuk remaja dan dewasa, seperti vaksin M72/AS01E, VPM1002, dan ID93 + GLA-SE. Beberapa di antaranya menunjukkan hasil menjanjikan dalam meningkatkan respon imun dan mencegah perkembangan TB laten menjadi aktif. Namun, hingga kini vaksin tersebut masih berada dalam tahap uji klinis dan belum tersedia untuk penggunaan massal. Ketersediaan vaksin TB yang efektif untuk dewasa di masa mendatang diharapkan dapat menjadi terobosan penting dalam pemutusan rantai penularan dan pengendalian TB secara global.

Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara kebutuhan perlindungan imunologis dan ketersediaan vaksin TB untuk populasi dewasa. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mendalam mengenai pengetahuan, persepsi, kesiapan masyarakat, serta potensi implementasi vaksin TB dewasa ketika nantinya disetujui. Informasi tersebut penting sebagai dasar perencanaan kebijakan kesehatan, strategi edukasi, dan program imunisasi yang lebih efektif. Dengan demikian, penelitian tentang vaksin TB pada dewasa memiliki urgensi tinggi dalam mendukung upaya nasional dan global untuk mengurangi beban TB di masa depan.

21 November 2025

Hubungan Makan Bergizi Gratis dengan Kecerdasan Siswa

Kecukupan gizi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi tumbuh kembang anak, terutama pada usia sekolah. Pada periode ini, anak membutuhkan asupan nutrisi yang memadai untuk mendukung aktivitas fisik, perkembangan otak, serta kemampuan belajar. Namun, di berbagai daerah, masih banyak siswa yang datang ke sekolah tanpa sarapan atau dengan konsumsi makanan bergizi yang tidak memadai. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan konsentrasi, kelelahan, kurangnya motivasi belajar, dan akhirnya berdampak pada pencapaian akademik.

Makanan Bergizi Menjadi Faktor Penting Perkembangan Otak

Nutrisi seperti protein, lemak sehat (omega-3), zat besi, yodium, vitamin B kompleks, dan asam folat berperan langsung dalam pembentukan sel otak, transmisi sinyal saraf, perkembangan memori dan konsentrasi. Program makan bergizi gratis memastikan semua siswa, termasuk dari keluarga kurang mampu, mendapatkan nutrisi tersebut secara cukup.

Meningkatkan Konsentrasi dan Kemampuan Fokus

Anak yang sarapan atau makan dengan gizi seimbang lebih mampu mempertahankan perhatian, mengerjakan tugas lebih cepat, mengikuti pelajaran tanpa mudah lelah. Dengan program gratis, siswa yang biasanya berangkat sekolah tanpa sarapan mendapat energi yang cukup.

Meningkatkan Daya Ingat dan Kecepatan Berpikir

Gizi adekuat membantu otak dalam proses penyimpanan memori, pengambilan informasi, pemecahan masalah. Ini berpengaruh pada kinerja akademik dan kecerdasan kognitif.

Menurunkan Angka Malnutrisi

Malnutrisi (seperti anemia atau kurang kalori) menurunkan kemampuan kognitif, IQ, ketahanan belajar. Program makan bergizi gratis membantu mencegah hal tersebut sehingga perkembangan kecerdasan lebih optimal.

Pemerataan Peluang Belajar

Makan bergizi gratis mengurangi kesenjangan antar siswa. Anak dari keluarga kurang mampu sering berisiko makan tidak teratur atau kurang gizi. Program ini memberikan kesempatan setara untuk berkembang secara intelektual.

Dampak Langsung pada Prestasi Akademik

Berbagai penelitian menunjukkan anak yang menerima makanan bergizi di sekolah memiliki nilai lebih tinggi, kehadiran lebih baik, motivasi belajar meningkat. Hal ini merupakan indikator tidak langsung dari kecerdasan yang berkembang lebih baik.

6 September 2025

Manfaat Rebusan Jahe Kunyit

Rebusan, dalam konteks kesehatan tradisional dan modern, merujuk pada proses ekstraksi senyawa aktif dari bahan alami, seperti rimpang atau herbal, melalui pemanasan dalam air.

Metode ini memungkinkan senyawa larut air berpindah dari bahan padat ke dalam medium cair, menciptakan minuman yang kaya akan metabolit sekunder yang berpotensi memberikan efek terapeutik.

Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) adalah dua rimpang yang telah lama digunakan dalam berbagai sistem pengobatan tradisional, termasuk Ayurveda dan Pengobatan Tradisional Cina, serta menjadi objek banyak penelitian ilmiah modern.

Pemanfaatan kedua bahan ini dalam bentuk rebusan memungkinkan penyerapan senyawa bioaktif seperti gingerol dari jahe dan kurkumin dari kunyit. Proses perebusan memecah dinding sel tumbuhan, melepaskan senyawa-senyawa penting yang kemudian dapat diserap oleh tubuh.

Konsumsi rebusan ini merupakan praktik yang umum di berbagai budaya untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai kondisi medis ringan, didukung oleh bukti ilmiah yang terus berkembang mengenai mekanisme kerja dan efektivitasnya.

Sifat Anti-inflamasi Kuat

Jahe dan kunyit dikenal luas karena sifat anti-inflamasinya yang poten, berkat kandungan gingerol, shogaol, dan kurkumin.

Senyawa-senyawa ini bekerja dengan menghambat jalur inflamasi dalam tubuh, seperti penghambatan aktivitas enzim COX-2 dan NF-B, yang merupakan mediator kunci dalam respons peradangan.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal seperti “Journal of Medicinal Food” seringkali menyoroti kemampuan rimpang ini dalam mengurangi produksi sitokin pro-inflamasi.

Pengurangan peradangan kronis sangat penting untuk pencegahan dan pengelolaan berbagai penyakit degeneratif, termasuk penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.

Kombinasi kedua rimpang ini dalam bentuk rebusan dapat memberikan efek sinergis, memperkuat respons anti-inflamasi tubuh secara keseluruhan dan membantu meredakan kondisi yang berkaitan dengan peradangan.

Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

Sifat anti-inflamasi dan antioksidan jahe serta kunyit secara tidak langsung berkontribusi pada penguatan sistem kekebalan tubuh. Dengan mengurangi peradangan kronis, tubuh dapat mengalokasikan lebih banyak energi untuk fungsi kekebalan yang optimal.

Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa dalam jahe dan kunyit memiliki sifat antimikroba yang dapat membantu melawan patogen.

Konsumsi rutin rebusan ini dapat membantu tubuh lebih siap menghadapi infeksi dan penyakit, mendukung respons imun yang sehat.

Peningkatan kekebalan tubuh adalah aspek krusial dalam menjaga kesehatan secara menyeluruh dan mengurangi risiko terserang berbagai penyakit infeksi.

Mendukung Kesehatan Jantung

Jahe dan kunyit dapat berkontribusi pada kesehatan kardiovaskular melalui berbagai mekanisme. Sifat anti-inflamasi dan antioksidan mereka membantu melindungi pembuluh darah dari kerusakan oksidatif dan peradangan, faktor risiko utama penyakit jantung.

Beberapa penelitian juga menunjukkan potensi kurkumin dalam meningkatkan fungsi endotel, lapisan dalam pembuluh darah.

Selain itu, jahe dapat membantu menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida, sementara kunyit berpotensi mencegah penggumpalan darah yang berlebihan.

Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, bukti awal menunjukkan bahwa konsumsi rutin rebusan ini dapat menjadi bagian dari strategi gaya hidup sehat untuk menjaga kesehatan jantung.

Meningkatkan Fungsi Otak dan Melindungi dari Penyakit Neurodegeneratif

Kurkumin dari kunyit memiliki kemampuan untuk melintasi sawar darah otak, yang memungkinkannya memberikan efek neuroprotektif.

Sifat anti-inflamasi dan antioksidannya dapat membantu mengurangi peradangan kronis dan kerusakan oksidatif di otak, yang merupakan faktor pemicu penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson.

Kurkumin juga dapat meningkatkan kadar BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor), protein yang penting untuk pertumbuhan neuron baru.

Jahe juga menunjukkan potensi dalam meningkatkan fungsi kognitif dan melindungi otak. Peningkatan BDNF dan perlindungan terhadap stres oksidatif dapat berkontribusi pada peningkatan memori dan fungsi kognitif secara keseluruhan.

Rebusan ini berpotensi menjadi minuman pendukung kesehatan otak, membantu menjaga ketajaman mental seiring bertambahnya usia.

Mendukung Kesehatan Hati

Kunyit, khususnya kurkumin, telah banyak diteliti karena kemampuannya mendukung kesehatan hati.

Senyawa ini dapat membantu melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh toksin dan peradangan, serta berpotensi membantu dalam pengelolaan penyakit hati berlemak non-alkoholik (NAFLD) dengan mengurangi akumulasi lemak dan peradangan di hati.

Sifat antioksidan kurkumin sangat berperan dalam melindungi sel-sel hati dari stres oksidatif.

Meskipun jahe tidak secara langsung diteliti untuk kesehatan hati sebanyak kunyit, sifat anti-inflamasi dan antioksidannya secara umum mendukung fungsi organ.

Kombinasi kedua rimpang ini dalam rebusan dapat memberikan dukungan komprehensif untuk detoksifikasi dan regenerasi hati, mempromosikan fungsi hati yang optimal.

Potensi dalam Pengelolaan Berat Badan

Jahe dan kunyit dapat memiliki peran tidak langsung dalam pengelolaan berat badan. Jahe diketahui dapat meningkatkan termogenesis, yaitu proses pembakaran kalori oleh tubuh untuk menghasilkan panas, yang berpotensi meningkatkan metabolisme.

Selain itu, jahe juga dapat membantu mengurangi nafsu makan dan meningkatkan rasa kenyang, yang berkontribusi pada asupan kalori yang lebih rendah.

Kunyit, melalui efek anti-inflamasinya, dapat membantu mengatasi peradangan tingkat rendah yang sering dikaitkan dengan obesitas dan resistensi insulin. Dengan mengurangi peradangan, tubuh dapat berfungsi lebih efisien dalam metabolisme lemak dan gula.

Rebusan ini, sebagai bagian dari pola makan sehat dan gaya hidup aktif, dapat menjadi tambahan yang mendukung upaya penurunan atau pemeliharaan berat badan.

Membantu Pengelolaan Gula Darah

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jahe dan kunyit dapat memiliki efek positif pada regulasi gula darah.

Jahe dapat membantu menurunkan kadar gula darah puasa dan HbA1c pada penderita diabetes tipe 2, berpotensi dengan meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel otot tanpa perlu insulin berlebihan.

Kurkumin juga telah diteliti karena kemampuannya untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi resistensi insulin.

Meskipun kedua rimpang ini menjanjikan, konsumsi rebusan tidak boleh menggantikan obat-obatan diabetes yang diresepkan atau rekomendasi medis lainnya.

Namun, sebagai bagian dari diet seimbang dan gaya hidup sehat, rebusan jahe dan kunyit dapat menjadi tambahan yang bermanfaat untuk membantu pengelolaan kadar gula darah.

Potensi Antikanker

Kurkumin, senyawa aktif utama dalam kunyit, telah menjadi subjek penelitian ekstensif mengenai potensi antikankernya.

Studi laboratorium menunjukkan bahwa kurkumin dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker, dan mencegah penyebaran tumor (metastasis). Jahe juga menunjukkan sifat kemopreventif dan antitumor dalam beberapa penelitian praklinis.

Meskipun sebagian besar penelitian ini masih dalam tahap awal (in vitro dan pada hewan), temuan ini sangat menjanjikan.

Konsumsi rebusan jahe dan kunyit dapat menjadi bagian dari pendekatan komplementer untuk mendukung kesehatan seluler, meskipun tidak boleh dianggap sebagai pengganti terapi kanker konvensional.

Meredakan Nyeri Sendi dan Otot

Efek anti-inflamasi yang kuat dari jahe dan kunyit menjadikannya agen alami yang efektif untuk meredakan nyeri sendi dan otot, terutama pada kondisi seperti osteoartritis dan nyeri otot pasca-olahraga.

Kurkumin dalam kunyit dan gingerol dalam jahe bekerja serupa dengan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dalam menghambat jalur nyeri, namun dengan potensi efek samping yang lebih sedikit.

Berbagai studi klinis telah menunjukkan bahwa suplemen kurkumin dan jahe dapat secara signifikan mengurangi intensitas nyeri dan meningkatkan fungsi fisik pada penderita nyeri sendi.

Rebusan ini menawarkan pendekatan alami untuk manajemen nyeri, membantu meningkatkan kualitas hidup bagi individu yang menderita kondisi muskuloskeletal kronis.

Meredakan Mual dan Gangguan Pencernaan

Jahe secara tradisional telah lama digunakan untuk mengatasi mual, muntah, dan gangguan pencernaan lainnya, termasuk dispepsia dan kembung. Senyawa gingerol bekerja pada reseptor serotonin di saluran pencernaan dan otak, membantu mengurangi sensasi mual.

Kunyit juga berkontribusi pada kesehatan pencernaan dengan merangsang produksi empedu, yang penting untuk pencernaan lemak.

Rebusan jahe dan kunyit dapat memberikan efek menenangkan pada sistem pencernaan, mengurangi spasme usus dan memfasilitasi pergerakan makanan yang sehat.

Ini menjadikannya pilihan alami yang efektif untuk meredakan ketidaknyamanan gastrointestinal, baik yang disebabkan oleh mabuk perjalanan, kehamilan, atau gangguan pencernaan umum.

Potensi Antioksidan Tinggi

Kandungan antioksidan yang melimpah pada jahe dan kunyit, terutama kurkuminoid dan gingerol, berperan vital dalam menetralkan radikal bebas yang merusak sel.

Radikal bebas adalah molekul tidak stabil yang dapat menyebabkan stres oksidatif, berkontribusi pada penuaan dini dan perkembangan penyakit kronis. Konsumsi rutin rebusan ini dapat membantu meningkatkan kapasitas antioksidan alami tubuh.

Studi in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa kedua rimpang ini efektif dalam menangkal kerusakan oksidatif. Efek antioksidan ini tidak hanya melindungi sel dari kerusakan, tetapi juga dapat mendukung fungsi organ secara optimal.

Perlindungan terhadap stres oksidatif merupakan fondasi penting untuk menjaga kesehatan seluler dan integritas jaringan di seluruh tubuh.

30 Agustus 2025

KLB Campak di Sumenep dan Krisis Kepercayaan Vaksin

CAMPAK seharusnya sudah tidak lagi menjadi masalah besar kesehatan masyarakat. Vaksin yang aman dan efektif telah tersedia selama puluhan tahun. 

Namun, Kabupaten Sumenep di Madura baru saja menetapkan kejadian luar biasa (KLB) campak dengan lebih dari dua ribu kasus suspek dan 17 anak meninggal dunia. 

Pertanyaan penting muncul, “bagaimana penyakit yang dapat dicegah ini masih merenggut nyawa?” Jawabannya mengarah pada krisis kepercayaan terhadap vaksin. 

Secara medis, campak bukan hanya soal demam dan ruam. Virus ini memiliki angka reproduksi dasar 12-18, menjadikannya salah satu penyakit paling menular di dunia. Satu anak sakit dapat menularkan ke belasan orang lain dalam ruang yang sama. 

Setelah masuk ke tubuh, virus campak tidak berhenti di kulit. Virus ini merusak sistem kekebalan, menciptakan fenomena yang dikenal sebagai immune amnesia

Kekebalan yang sudah dibentuk terhadap penyakit lain hilang, membuat anak sangat rentan terhadap pneumonia, diare berat, dan infeksi telinga. Komplikasi inilah yang paling sering berujung pada kematian.

Pada sebagian kasus, campak juga dapat memicu ensefalitis akut, peradangan otak yang menyebabkan kejang, koma, hingga kematian. 

Bertahun-tahun kemudian, sebagian anak dapat mengalami Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), penyakit otak progresif yang sering berakibat fatal. 

Dalam kondisi gizi buruk, risiko kematian pun ikut meningkat. Tidak mengherankan bila WHO masih mencatat lebih dari 100.000 kematian akibat campak setiap tahun di seluruh dunia, terutama pada anak-anak yang tidak divaksinasi. 

Dengan kata lain, campak tetap berbahaya bila perlindungan vaksin diabaikan.

Ketika sains bertemu keyakinan 

Mengapa anak-anak di Sumenep masih belum terlindungi? Masalah utamanya bukan ketersediaan vaksin, tetapi penerimaan masyarakat. 

Madura adalah daerah dengan tradisi keagamaan yang sangat kuat. Pesantren dan kiai menjadi pusat otoritas moral. Keputusan vaksinasi sering kali bergantung pada legitimasi agama. 

Sejak polemik vaksin MR pada 2018, ketika status halal haram dipersoalkan, keraguan terhadap imunisasi melekat di ruang sosial. 

Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa “boleh dengan alasan darurat”, stigma terlanjur terbentuk. Akibatnya, data KLB terbaru menunjukkan bahwa mayoritas anak yang meninggal belum pernah divaksin sama sekali.

Ini bukan masalah logistik atau teknis medis, tetapi kendala dalam membangun kepercayaan. 

Sumenep bukan satu-satunya contoh. Di Nigeria, vaksinasi polio sempat diboikot karena isu keagamaan, menyebabkan wabah kembali merebak setelah hampir terkendali. 

Di Pakistan dan Afghanistan, program vaksin polio berulang kali terganggu karena penolakan berbasis agama dan politik, sehingga anak-anak tetap lumpuh oleh penyakit yang seharusnya bisa dihapus dari dunia. 

Polanya sama, ketika otoritas keagamaan tidak dilibatkan atau ketika komunikasi publik lemah, sains tidak cukup untuk melindungi masyarakat. Indonesia kini menghadapi pola serupa di Sumenep. 

Pemerintah dihadapkan pada dilema menghormati keyakinan masyarakat atau menjalankan intervensi kesehatan berbasis data epidemiologi. 

Menunda berarti membiarkan risiko kematian meningkat. Namun, melangkah tanpa legitimasi sosial berarti berhadapan dengan penolakan yang bisa meluas. 

Jawaban tidak bisa dengan memilih salah satu. Jalan keluarnya adalah membangun jembatan antara sains dan keyakinan. 

KLB campak di Sumenep harus menjadi momentum untuk memperbaiki strategi imunisasi nasional. 

Pertama, melibatkan ulama dan pesantren sejak tahap awal program, bukan setelah penolakan muncul.

Kedua, menggunakan narasi keagamaan bahwa imunisasi adalah bagian dari menjaga kehidupan (hifz al-nafs) dan generasi (hifz al-nasl) sesuai maqasid syariah. 

Ketiga, mempercepat sertifikasi halal agar keraguan tidak terus menjadi alasan. 

Keempat, membangun komunikasi publik yang transparan dan konsisten, bukan sekadar kampanye teknis. 

KLB campak di Sumenep menunjukkan bahwa kesehatan publik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan vaksin, tetapi juga oleh kepercayaan masyarakat terhadap otoritas yang mereka ikuti. 

Anak-anak yang meninggal bukan semata korban virus, melainkan korban patahnya jembatan antara sains dan keyakinan.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab ganda, melindungi nyawa sekaligus menghormati keyakinan. 

Bila mampu menjawab tantangan ini, Indonesia tidak hanya menyelamatkan warganya, tetapi juga memberi pelajaran berharga bagi dunia tentang bagaimana menghadapi vaccine hesitancy berbasis agama dengan pendekatan yang komperhensif.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/08/28/07462831/klb-campak-di-sumenep-dan-krisis-kepercayaan-vaksin?page=all#google_vignette

15 Agustus 2025

36 Ribu Kasus Baru per Tahun, Kemenkes Genjot Imunisasi HPV Lewat Kampanye "Tenang untuk Menang 2025"

Kanker leher rahim masih menjadi salah satu ancaman kesehatan di Indonesia. Berdasarkan data Globocan 2022, terdapat lebih dari 36.000 kasus baru kanker leher rahim di Indonesia, dengan lebih dari 20.000 kematian akibat penyakit ini. Padahal, kanker ini sebenarnya dapat dicegah, salah satunya dengan imunisasi HPV. Tanpa upaya pencegahan yang sistematis dan berkelanjutan, Indonesia diperkirakan akan kehilangan 1,7 juta perempuan pada 2070.

Melihat kondisi tersebut, kampanye edukasi kesehatan “Tenang untuk Menang 2025” resmi dimulai tanggal 24 Agustus 2025 di Bandung, menandai dimulainya rangkaian kegiatan tahun kedua yang akan digelar di berbagai wilayah Indonesia untuk mendorong kesadaran publik akan pentingnya pencegahan kanker leher rahim.

Diinisiasi oleh MSD Indonesia dan didukung oleh Kementerian Kesehatan RI, kampanye ini hadir dengan pendekatan yang lebih interaktif, partisipatif, dan dekat dengan komunitas. Kegiatan edukasi ini diikuti oleh ratusan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX SMPN 2 Bandung, guru, tenaga kesehatan, serta ibu-ibu PKK dari wilayah Jawa Barat.

Mewakili Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen kuat dalam mewujudkan masa depan yang lebih sehat bagi perempuan melalui implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kanker Leher Rahim 2023–2030. Ini bukan sekadar kebijakan, melainkan bentuk nyata perlindungan negara terhadap perempuan Indonesia.

Menurut dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., perjalanan menuju eliminasi ini adalah langkah panjang, namun sangat mungkin untuk dicapai dengan kerja sama dan komitmen lintas sektor. Tahun 2025,  Kementerian Kesehatan terus memperluas cakupan imunisasi HPV, termasuk untuk remaja perempuan usia 12 dan 15 tahun melalui imunisasi kejar. Kemenkes mengapresiasi kontribusi mitra seperti MSD yang terus aktif mendukung edukasi masyarakat. Bersama-sama untuk memastikan tidak ada perempuan Indonesia yang tertinggal dalam upaya pencegahan kanker leher rahim.

Indonesia menargetkan cakupan vaksinasi HPV 90% pada anak usia sekolah dasar kelas 5 dan 6 atau setara (11 dan 12 tahun) hingga 2030. Tahun 2025 menjadi momentum krusial untuk memperluas upaya eliminasi kanker leher rahim, seiring diperluasnya cakupan program imunisasi HPV yang kini menjangkau remaja perempuan usia 15 tahun melalui imunisasi kejar.

Menurut George Stylianou, Managing Director MSD Indonesia, setiap perempuan berhak untuk tahu, dilindungi, dan tumbuh menjadi perempuan hebat yang sehat dan kuat. ‘Tenang untuk Menang’ hadir bukan hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga membangun kesadaran dan mendorong tindakan nyata terkait pencegahan kanker leher rahim. Langkah kolaboratif ini menjadi salah satu upaya agar semakin banyak perempuan terlindungi sejak dini, dimulai dari edukasi.

Sebagai organisasi pemberdayaan masyarakat, khususnya keluarga, TP PKK Provinsi Jawa Barat memegang peran strategis dalam menyampaikan edukasi imunisasi HPV secara langsung di tingkat keluarga dan komunitas.

Pokja IV TP PKK Provinsi Jawa Barat, Winni Nurwini, SKM, M.Si., mengatakan melalui pendekatan ‘ibu ke ibu’ terbukti ampuh membangun kepercayaan dan kesadaran. Dengan jejaring yang luas, TPP PKK Provinsi Jawa Barat ingin memastikan edukasi terkait kanker leher rahim ini sampai ke rumah-rumah, menjadi gerakan yang menyentuh dan berdampak.

Hadir sebagai narasumber pada sesi edukasi kesehatan, Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dr. Rodman Tarigan, Sp.A(K), menjelaskan mengenai pentingnya edukasi sejak dini mengenai Human Papillomavirus (HPV) sebagai penyebab utama kanker leher rahim. Vaksin HPV direkomendasikan sebagai imunisasi rutin pada anak usia 11 atau 12 tahun, sebelum terpapar oleh virus HPV. Jika terlewat, dua dosis vaksin HPV direkomendasikan untuk sebagian besar orang yang memulai rangkaian vaksin sebelum menginjak usia 15 tahun. Penting bagi setiap pihak memahami urgensi ini. Apalagi, berbagai bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa vaksin HPV efektif dalam membantu mencegah infeksi HPV yang berisiko berkembang menjadi kanker leher rahim di kemudian hari.

Melanjutkan inisiatif yang dimulai pada 2024, Kampanye “Tenang untuk Menang 2025” akan dilaksanakan secara bertahap di berbagai provinsi dari Agustus hingga November 2025, dengan mengusung tema ‘Ibu Tenang, Anak Terlindungi, Indonesia Menang Lawan Kanker Leher Rahim.’ Kampanye ini diharapkan menjadi gerakan edukatif yang membangun percakapan, memperkuat peran komunitas, dan mendorong kolaborasi nyata dalam upaya eliminasi kanker leher rahim di Indonesia.

27 Juli 2025

Krisis Imunisasi Bayi Mengintai Dunia, Dana & Hoaks Jadi Tantangan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa misinformasi dan pemotongan dana bantuan mengancam kemajuan vaksinasi anak secara global. Meski cakupan imunisasi bayi menunjukkan sedikit perbaikan pasca-Covid-19, kesenjangan distribusi dan kepercayaan terhadap vaksin masih menjadi ancaman serius.

Data terbaru yang dirilis UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa pada 2024, sebanyak 109 juta atau sekitar 85% bayi telah menerima tiga dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP), yang menjadi indikator utama cakupan vaksinasi global. Jumlah ini naik satu juta anak dari tahun sebelumnya.

Namun, masih ada hampir 20 juta bayi yang melewatkan setidaknya satu dosis DTP. Dari jumlah itu, 14,3 juta di antaranya tidak mendapatkan satu pun suntikan vaksin. Angka ini sedikit membaik dibandingkan 2023, tetapi tetap lebih tinggi dari sebelum pandemi.

WHO menyebut dunia saat ini melenceng jauh dari target 90% cakupan vaksinasi anak dan remaja pada 2030. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyoroti dua ancaman utama: pemotongan bantuan internasional dan penyebaran informasi palsu mengenai vaksin.

Menurut Tedros, pemotongan bantuan yang drastis, ditambah misinformasi tentang keamanan vaksin, mengancam kemajuan yang telah dibangun selama puluhan tahun. Pemotongan dana secara signifikan, khususnya dari Amerika Serikat (AS) dan negara donor lainnya, telah mengganggu kemampuan respons vaksinasi global.

Kepala UNICEF, Ephrem Lemango, mengatakan bahwa kemampuan untuk merespons wabah di hampir 50 negara telah terganggu akibat pemotongan dana.

Masalah lain adalah menurunnya kepercayaan publik terhadap vaksin. Menurut Kepala Vaksin WHO, Kate O'Brien, mengatakan bahwa menurunnya kepercayaan terhadap bukti ilmiah seputar keamanan vaksin telah menciptakan kesenjangan imunitas yang berbahaya.

PBB menyoroti Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan tantangan kepercayaan yang tinggi. Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr. sempat dituding menyebarkan misinformasi terkait vaksin campak, di tengah lonjakan epidemi campak terburuk dalam 30 tahun. Pada 2024, 60 negara mengalami wabah besar campak, naik drastis dari 33 negara pada 2022.

Meski ada tambahan dua juta anak yang divaksinasi campak tahun ini, cakupan global masih jauh di bawah ambang batas 95% yang dibutuhkan untuk mencegah penularan.

Di sisi lain, terdapat kemajuan di 57 negara berpenghasilan rendah yang mendapat dukungan dari aliansi vaksin Gavi. Pada 2024, negara-negara berpenghasilan rendah melindungi lebih banyak anak daripada sebelumnya.

Namun, WHO mengingatkan bahwa negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi justru mulai menunjukkan penurunan cakupan vaksin, yang sebelumnya sempat mencapai di atas 90%. Bahkan penurunan terkecil dalam cakupan imunisasi dapat menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan.

19 Mei 2025

Uji Klinik Global Vaksin TBC M72, Indonesia Libatkan 2.095 Partisipan

Hingga saat ini, terdapat sekitar 15 kandidat vaksin TBC yang sedang dikembangkan secara global. Di antaranya, M72 menjadi yang paling maju karena telah mencapai fase 3, yakni tahap terakhir sebelum vaksin dapat digunakan secara luas. Pengembangan vaksin ini didukung oleh Gates Foundation, dan diharapkan seluruh rangkaian uji klinik selesai pada akhir tahun 2028.

Uji klinik ini bertujuan mengevaluasi keamanan dan efektivitas vaksin M72 dalam mencegah TBC paru pada individu dewasa dengan infeksi TB laten yang tidak terinfeksi HIV. Kandidat vaksin ini telah dikembangkan sejak awal tahun 2000 dan menunjukkan profil keamanan yang baik dalam studi sebelumnya.

Di Indonesia, kegiatan ini dilaksanakan di berbagai institusi medis terkemuka, termasuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), RS Universitas Indonesia (RSUI), RSUP Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih di Jakarta, serta Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK UNPAD) di Bandung. Pelaksanaan uji klinik dimulai pada 3 September 2024, dan rekrutmen partisipan secara resmi telah selesai per 16 April 2025.

Total partisipan uji klinik fase 3 ini berjumlah 20.081 orang dari lima negara. Afrika Selatan menjadi kontributor terbesar dengan 13.071 partisipan, diikuti Kenya (3.579), Indonesia (2.095), Zambia (889), dan Malawi (447).

Menurut Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI, uji klinik merupakan tahapan krusial dalam proses pengembangan vaksin untuk memastikan keamanan, efektivitas, serta mengidentifikasi potensi efek samping sebelum digunakan oleh masyarakat.

Proses uji klinik vaksin dilakukan secara bertahap: dimulai dari uji pra-klinik pada hewan, kemudian fase 1 pada sejumlah kecil partisipan manusia (20–50 orang), fase 2 pada kelompok yang lebih besar (200–300 orang), hingga fase 3 yang melibatkan puluhan ribu partisipan lintas negara. Fase 3 menjadi fondasi utama dalam proses evaluasi regulator sebelum vaksin mendapatkan izin edar.

Seluruh pelaksanaan uji klinik vaksin M72 di Indonesia diawasi secara ketat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan RI, serta para ahli vaksin TBC nasional dan global.

Keterlibatan Indonesia dalam riset ini mencerminkan komitmen kuat dalam mendukung upaya global pemberantasan TBC—penyakit menular yang masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.

23 Februari 2025

Satu 'PISANG' Sehari Bantu Atasi Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi menjadi salah satu kondisi yang berbahaya bagi kesehatan. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat meningkatkan risiko penyakit turunan yaitu jantung, stroke, bahkan kematian.

Menurut ahli jantung, Marianela Areces dari Pritikin Longevity Center, tekanan darah tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa di antaranya gaya hidup yang tidak sehat yang mencakup pola makan yang buruk dan kurang olahraga. 

Menurutnya, tekanan darah tinggi, atau hipertensi, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk genetika, usia, pilihan gaya hidup, dan kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti obesitas, diabetes, dan penyakit ginjal, kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan yang tinggi garam, gula, dan lemak.

Terlepas dari itu, pola makan memainkan peran penting dalam mengelola tekanan darah. Sehingga tekanan darah tinggi ini masih dapat dikontrol dengan beberapa makanan sehat. Menurut Martha Theran, RD, seorang Ahli Gizi di Pritikin Longevity Center yang bekerja dengan Dr. Areces, satu pisang sehari akan menjauhkan Anda dari dokter jantung. Pisang merupakan sumber kalium yang sangat baik, membantu menyeimbangkan natrium.

Berbicara soal buah, sebenarnya tak hanya apel saja yang mempunya istilah “An apple a day keeps the doctor away”. Ada buah lain juga yang lebih mudah ditemui dengan harga terjangkau dan tentunya memiliki manfaat kesehatan yang berlimpah juga. Buah pisang adalah jawabannya.

Selain dimanfaatkan sebagai alternatif makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi. Buah kuning satu ini juga kerap digolongkan dalam makanan penurun darah tinggi karena kandungan mineral kalium di dalamnya. Satu buah pisang ukuran sedang mengandung sekitar 420 mg kalium, yang berarti sudah memenuhi hampir 10% angka kecukupan gizi (AKG) kalium per hari (4700 mg untuk orang dewasa).

Dibandingkan dengan buah lainnya, kandungan kalium pada buah pisang juga relatif lebih tinggi, di mana nilainya hampir mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan buah apel dan jeruk (±150 mg/buah).

Penelitian terkait dengan kalium, telah menunjukkan bahwa bahwa peningkatan konsumsi kalium sebesar 1.8-1.9 g/hari menurunkan tekanan darah dari penderita tekanan darah tinggi / hipertensi sebesar 4 mm Hg (systolic) dan 2.5 mm Hg (diastolic). Tak hanya itu studi lain juga menunjukkan setiap peningkatan konsumsi kalium 1000 mg/hari, dapat menurunkan risiko stroke 11 %.

14 Januari 2025

Bergerak Cepat Tingkatkan Kesiapsiagaan Hadapi Flu Burung

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia bergerak cepat dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor PM.03.01/C/28/2025 sebagai respons atas laporan peningkatan kasus flu burung (Avian Influenza) di beberapa negara. Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran flu burung, termasuk memastikan kesiapsiagaan semua pihak terkait.

Indonesia hingga kini masih merupakan daerah endemis flu burung pada unggas, dengan virus jenis Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang terus bersirkulasi. Laporan dari World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organisation for Animal Health (WOAH) pada Desember 2024 juga mencatat peningkatan kasus flu burung pada mamalia di berbagai negara.

Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Yudhi Pramono, menegaskan bahwa meskipun risiko flu burung terhadap kesehatan manusia secara global saat ini dinilai rendah, langkah antisipasi tetap diperlukan.

Surat Edaran ini memberikan panduan strategis kepada para pihak yang menjadi tujuan surat. Langkah-langkah antisipasi tersebut meliputi penguatan sistem surveilans untuk memantau kasus, peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan dan laboratorium untuk deteksi dini, serta kolaborasi lintas sektor menggunakan pendekatan One Health.

Masyarakat juga diimbau untuk berperan aktif dalam pencegahan dengan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Beberapa langkah yang disarankan untuk melindungi diri dan lingkungan sekitar meliputi menghindari kontak langsung dengan unggas yang sakit atau mati mendadak, melaporkan kejadian tersebut ke dinas peternakan setempat, serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala seperti demam, batuk, atau sesak napas.

12 Januari 2025

Apa Itu Influenza A dan Human Metapneumovirus (hMPV)

Dalam beberapa waktu terakhir, dunia kesehatan kembali dihebohkan dengan berita peningkatan kasus penyakit pernapasan yang disebabkan oleh dua virus, yaitu Influenza A dan Human Metapneumovirus (hMPV).

Kedua virus ini memiliki kesamaan dalam hal cara penyebarannya, tetapi gejala dan resiko yang mungkin ditumbulkan dari kedua virus ini berbeda.

Apa Itu Influenza A dan hMPV

Influenza A adalah salah satu jenis virus influenza yang sering menyebabkan flu musiman. Virus ini dikenal sangat menular dan dapat memicu infeksi saluran pernapasan atas maupun bawah. Gejala yang umum muncul meliputi demam tinggi, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan kelelahan. Dalam beberapa kasus, Influenza A dapat berkembang menjadi pneumonia dan menyebabkan komplikasi serius, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Sementara itu, Human Metapneumovirus (hMPV) adalah virus pernapasan yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 2001. Virus ini sering kali menyebabkan gejala yang mirip dengan flu biasa, seperti batuk, demam, hidung tersumbat, dan sesak napas. Pada kasus yang lebih parah, hMPV dapat menyebabkan bronkitis atau pneumonia.

Cara Penyebaran Virus

Baik Influenza A maupun hMPV memiliki mekanisme penyebaran yang serupa dan sangat cepat dalam menularkan virus ke individu lain.

Penyebaran virus ini terjadi melalui droplet. Ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau bahkan berbicara, melepaskan partikel kecil berisi virus ke udara.

Partikel ini kemudian dapat dihirup oleh orang lain yang berada dalam jarak dekat. Selain itu, kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, seperti gagang pintu, meja, atau perangkat elektronik, juga menjadi jalur umum penularan.

Seseorang dapat dengan mudah tertular jika menyentuh wajah, terutama mata, hidung, atau mulut, setelah bersentuhan dengan permukaan yang terinfeksi.

Penyebaran melalui aerosol, yakni partikel yang lebih kecil dari droplet dan dapat bertahan lebih lama di udara, juga menjadi risiko tambahan, terutama di ruangan yang berventilasi buruk.

Inilah sebabnya mengapa ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang buruk memiliki potensi tinggi untuk menjadi tempat penyebaran virus yang signifikan.

Oleh karena itu, langkah-langkah seperti penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, dan memastikan sirkulasi udara yang baik sangat penting dalam memutus rantai penyebaran kedua virus ini.

Situasi Epidemiologi Saat Ini

Di beberapa wilayah seperti China, Hong Kong, dan Jepang, peningkatan kasus Influenza A dan hMPV telah diamati, terutama selama musim dingin. Influenza A cenderung menyebar lebih cepat karena kemampuannya untuk bermutasi dan menginfeksi populasi yang luas. Sementara itu, hMPV lebih dominan menyerang anak-anak di bawah usia 14 tahun dan cenderung lebih banyak ditemukan di wilayah utara. Meski lonjakan kasus ini memicu kekhawatiran, situasi masih berada dalam kendali. Penting bagi masyarakat untuk tetap waspada, namun tidak perlu sampai panik.

Gejala Influenza A dan hMPV

Gejala umum yang muncul pada kedua virus ini memiliki banyak kesamaan, meskipun tingkat keparahannya dapat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan individu yang terinfeksi.

Gejala awal biasanya dimulai dengan demam tinggi yang sering kali disertai dengan batuk kering dan hidung tersumbat.

Kondisi ini dapat berkembang menjadi sakit tenggorokan yang menyebabkan rasa tidak nyaman saat menelan makanan atau minuman.

Selain itu, penderita sering merasakan kelelahan yang luar biasa, bahkan setelah istirahat yang cukup.

Pada kasus yang lebih parah, gejala dapat berkembang menjadi sesak napas akibat gangguan pada saluran pernapasan bagian bawah.

Kondisi ini dapat memicu komplikasi seperti bronkitis atau pneumonia, yang memerlukan penanganan medis segera untuk mencegah risiko yang lebih serius.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenali gejala-gejala ini sejak dini dan segera mencari bantuan medis jika gejala memburuk atau tidak kunjung membaik setelah beberapa hari perawatan mandiri di rumah.

Pencegahan yang Harus Dilakukan

- Tetap Tenang dan Waspada

Meskipun kasus penyebaran kedua virus ini meningkat, situasi sebetulnya masih dapat dikendalikan. Ikuti informasi resmi dari pemerintah dan otoritas kesehatan untuk mendapatkan anjuran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus ini.

- Lindungi Diri dan Orang Lain

Penggunaan masker di tempat umum sangat penting untuk mengurangi resiko penularan virus, terutama di area dengan sirkulasi udara yang buruk atau saat berada di kerumunan. 

Selain itu, mencuci tangan dengan sabun selama minimal 20 detik di bawah air mengalir atau menggunakan hand sanitizer berbasis alkohol jika sabun tidak tersedia adalah langkah pencegahan yang efektif. Hal ini membantu menghilangkan virus yang mungkin menempel di tangan.

Penting juga untuk menghindari menyentuh wajah, terutama mata, hidung, dan mulut, sebelum tangan benar-benar bersih, karena area tersebut merupakan pintu masuk utama bagi virus ke dalam tubuh.

- Hindari Tempat Ramai 

Jika merasa tidak sehat, sebaiknya tetap di rumah untuk menghindari penyebaran virus ke orang lain. Beristirahat yang cukup dan menjaga asupan nutrisi yang baik dapat membantu mempercepat pemulihan.

Jika gejala seperti demam, batuk, atau sesak napas memburuk dan tidak kunjung reda meskipun sudah melakukan perawatan mandiri, segera konsultasikan dengan tenaga medis di puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.

- Imunisasi dengan Vaksin Influenza

Meskipun belum ada vaksin untuk hMPV, imunisasi Influenza sangat disarankan untuk mengurangi risiko komplikasi. 

- Jaga Pola Hidup Sehat

Menjaga pola hidup sehat adalah langkah penting dalam meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah berbagai penyakit, termasuk infeksi virus seperti Influenza A dan hMPV. 

Konsumsi makanan bergizi yang seimbang dengan memperbanyak buah dan sayur akan memberikan tubuh asupan vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh tetap optimal.

Selain itu, penting untuk memastikan tubuh tetap terhidrasi dengan minum air yang cukup setiap hari.

Istirahat yang cukup juga berperan besar dalam proses pemulihan dan menjaga keseimbangan sistem imun.

Dengan menerapkan pola hidup sehat secara konsisten, resiko infeksi virus dapat diminimalkan dan tubuh akan lebih siap melawan penyakit.

30 November 2024

Bye - Bye Kebiasaan TOXIC yang Bikin SICK

Mulai tinggalin kebiasaan toxic kamu biar hidup lebih sehat dan bahagia! 💪✨

Kebiasaan kebanyakan scroll medsos, makan junk food, atau males gerak bisa pelan-pelan dikurangin yaaaa.


Gak cuma buat kesehatan fisik, tapi mental juga jadi lebih tenang dan mood makin stabil.

Step by step, yang penting konsisten! 💯

12 Oktober 2024

Narcissistic Personality Disorder, Apa Itu?

Apabila kita membutuhkan dan mencari terlalu banyak perhatian dan ingin orang lain mengagumi diri kita di sosial media, hati-hati,,, bisa jadi kita menderita Narcissistic Personality Disorder (NPD). Apa itu Narcissistic Personality Disorder (NPD)?

Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya pikiran, sikap, dan perilaku tidak serasi dalam hal kesadaran, pengendalian impuls, persepsi, cara berpikir, dan hubungan dengan orang lain dalam jangka waktu yang lama, menetap dan menyebabkan penderitaan, serta mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial sehari hari.

Terdapat sejumlah tanda atau gejala gangguan NPD yang bisa diketahui. Salah satunya pengidap biasanya merasa dirinya sangat penting. Melebihkan bakat/prestasinya, mengharap dikenal sebagai orang yang superior. Orang dengan gangguan ini juga merasa dirinya sebagai orang yang spesial dan unik yang hanya dapat dimengerti oleh atau perlu berhubungan dengan orang lain, institusi yang spesial, hingga berkedudukan lebih tinggi. Pengidap juga membutuhkan pemujaan berlebihan.

Merasa dirinya 'mempunyai hak istimewa', misalnya menuntut agar ia mendapat perlakuan khusus, atau orang lain harus menurut kehendaknya, dalam hubungan interpersonal bersifat eksploitatif, menggunakan orang lain untuk kepentingan dirinya. 

Kurang atau tidak mampu berempati, tidak mau mengenal atau beridentifikasi dengan perasaan atau kebutuhan orang lain. Kemudian sering iri hati pada orang lain, atau merasa bahwa orang lain iri hati terhadapnya. Selain itu, orang dengan gangguan kesehatan mental ini juga bersikap sombong.

Jika tanda dan gejala ini ada pada diri kita, hati-hati,,,akan mengganggu fungsi kehidupan sehari hari dan juga dapat merusak relasi kita dengan orang lain. Apabila sudah demikian maka diagnosis NPD dapat ditegakkan.

5 Oktober 2024

Tiga Uji Vaksin TBC Terbaru yang Melibatkan Indonesia

Selama 200 tahun terakhir, TBC telah merenggut lebih dari 1 miliar nyawa. Bahkan hingga saat ini, penyakit ini masih membunuh lebih dari 4.000 orang setiap hari, atau satu nyawa setiap 20 detik.

Untuk mencapai tujuan bersama dalam mengeliminasi TBC pada 2030, diperlukan lebih dari sekadar diskusi dan konferensi, melainkan tindakan yang berani dan agresif, khususnya dalam pengembangan vaksin TBC.

Indonesia memainkan peran lebih aktif dalam upaya global mengatasi tantangan dan melawan TBC. Meskipun menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak kedua, Indonesia sempat dikeluarkan dari uji coba vaksin TB multisenter karena kendala hukum.

Ada 3 uji coba vaksin TBC yang akan melibatkan Indonesia. Hal ini sebagai bagian dari upaya indonesia untuk mengentaskan tuberkulosis di Indonesia.

Adapun uji coba vaksin TBC tersebut adalah :

  • M72/AS01E (Yayasan Bill & Melinda Gates dan GlaxoSmithKline): Indonesia mulai memvaksinasi subjek untuk uji klinis fase 3 pada 20 September 2024, menyusul permulaan sebelumnya di Afrika Selatan dan Kenya.
  • BNT164a1 (BioNTech dan Biofarma): Setelah menyelesaikan uji coba fase 1, Indonesia akan berpartisipasi dalam fase 2 kandidat vaksin TB mRNA dari BioNTech.
  • AdHu5Ag85A (CanSinoBio dan Etana): Indonesia terlibat dalam fase 1 uji klinis kandidat vaksin TBC vektor virus CanSinoBio.

28 September 2024

Doom Spending yang Bikin Miskin Milenial dan Gen Z

Doom spending saat ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial, yang semakin populer di kalangan generasi milenial dan Gen Z.

Doom spending dianggap sebagai cara baru untuk meredakan stres akibat berbagai masalah, seperti ekonomi, pendidikan, dan politik.


Dengan memanjakan diri melalui belanja, banyak orang berharap dapat mengatasi tekanan dan ketidakpastian yang mereka hadapi.

Doom spending adalah perilaku saat seseorang merasa cemas atau pesimis tentang masa depan dan mengeluarkan uang secara berlebihan sebagai respons terhadap tekanan hidup.

Aktivitas ini sering dianggap sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dan meredakan stres. Berbelanja dapat memberikan kegembiraan sementara dan rasa lega, meskipun hanya bersifat sementara.

Selain stres, doom spending juga dipengaruhi oleh rasa takut ketinggalan (FOMO) yang sering muncul dari media sosial. Banyak orang mengikuti jejak teman atau influencer yang menghabiskan uang untuk tren terbaru, sehingga merasa lebih terhubung dan bebas dari kecemasan.

Namun, doom spending tidak baik jika dilakukan terus-menerus. Kebiasaan ini dapat berdampak negatif pada keuangan di masa depan.

Untuk mengatasi hal ini, Anda bisa menetapkan batasan pengeluaran, seperti hanya membeli satu barang setiap bulan atau memberi hadiah pada diri sendiri setelah mencapai sesuatu.

Selain itu, mencari cara lain untuk mengelola stres sangatlah penting. Aktivitas, seperti meditasi, yoga, dan olahraga dapat membantu meredakan kecemasan tanpa perlu bergantung pada belanja.

14 September 2024

Vaksin Mpox sudah menerima Emergency Use Listing (EUL) dari WHO dan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM

Akhir-akhir ini beredar narasi yang mengklaim bahwa vaksin Mpox yang dipersiapkan adalah vaksin eksperimental. Bahkan, klaim tersebut disertai ajakan agar masyarakat menolak vaksin Mpox.

Faktanya, klaim tersebut keliru. Dalam pelaksanaan vaksinasi, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) turut memantau keamanan dan memastikan manfaat pemberian vaksin Mpox sebagai upaya pencegahan penularan virus Mpox (MPXV).

Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, Vaksin Mpox sudah menerima Emergency Use Listing (EUL) dari WHO dan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM, yang berarti vaksin ini boleh digunakan dalam kondisi darurat.

Saat ini, vaksin Mpox yang digunakan di Indonesia adalah jenis Modified Vaccinia Ankara-Bavarian Nordic (MVA-BN), yaitu vaksin turunan cacar (smallpox) generasi ketiga yang bersifat non-replicating. Pelaksanaan vaksinasi Mpox dengan MVA-BN telah dilakukan sejak 2023, setelah ditemukan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia.

Berdasarkan dokumen WHO berjudul “Weekly Epidemiological Record: Smallpox and Mpox (Orthopoxviruses) Vaccine Position Paper” yang diterbitkan pada 23 Agustus 2024, ada tiga vaksin yang dapat digunakan untuk pencegahan Mpox. Ketiga vaksin ini awalnya untuk pencegahan cacar, tetapi kemudian dikembangkan dan diperluas penggunaannya untuk pencegahan Mpox.

Pertama, MVA-BN. Vaksin ini disetujui tahun 2013 untuk pencegahan cacar di Kanada dan Uni Eropa yang menyasar kelompok orang berusia 18 tahun ke atas. Pada 2019, MVA-BN disetujui untuk pencegahan cacar dan Mpox pada orang dewasa di Amerika Serikat.

Pada tahun yang sama, Kanada memperluas MVA-BN untuk pencegahan Mpox. Pada 22 Juli 2022, Uni Eropa menyetujui MVA-BN untuk pencegahan Mpox pada orang dewasa. MVA-BN tidak dilisensikan untuk orang di bawah usia 18 tahun.

Kedua, LC16m8. Di Jepang, LC16m8 dilisensikan pada 1975 untuk penyakit cacar tanpa batasan usia dan diperluas untuk pencegahan Mpox pada Agustus 2022. LC16m8 yang digunakan merupakan vaksin cacar generasi ketiga.

Ketiga, ACAM2000. Vaksin cacar generasi kedua ini disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk imunisasi cacar sejak 2007. Pada 2024, vaksin ini disetujui untuk mencegah Mpox di bawah protokol Investigasi Obat Baru Akses yang Diperluas (Expanded Access Investigational New Drug).

Menurut tinjauan pakar dari jurnal berjudul, “Vaccines against mpox: MVA-BN and LC16m8” yang terbit di Taylor & Francis Online pada 1 September 2024, probabilitas MVA-BN menurunkan penyakit Mpox sebesar 62% hingga 85%. Pada orang yang sudah terpapar Mpox, MVA-BN mengurangi risiko penyakit sebesar 20%.

Berdasarkan hasil uji klinis, LC16m8 memberikan perlindungan terhadap virus Mpox. MVA-BN dan LC16m8 secara konsisten mengembangkan respons antibodi penetral terhadap orthopoxvirus, termasuk Clade I MPXV.

Selanjutnya, efikasi ACAM2000 yang diperoleh dari studi model hewan menemukan, vaksin ACAM2000 manjur melawan virus MPXV bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak divaksinasi.

10 Agustus 2024

Penasaran dengan Dislipidemia???

Lemak penting dalam membantu penyerapan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K), melindungi organ tubuh, dan membentuk hormon. Ada beberapa jenis lemak dalam tubuh, seperti kolesterol dan trigliserida. Kadar lemak-lemak tersebut bisa terlalu tinggi atau rendah.

Dislipidemia adalah kondisi yang ditandai dengan kadar kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida yang tidak normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat atau kelainan genetik. Dislipidemia sering kali tidak bergejala sampai timbul komplikasi, seperti stroke atau serangan jantung.

Jenis dislipidemia yang paling umum terjadi adalah hiperlipidemia, yakni ketika kadar lipid (lemak) terlalu tinggi. Sementara itu, bentuk lain dislipidemia yang lebih jarang terjadi adalah hipolipidemia, yakni ketika kadar lipid terlalu rendah.

Kadar lemak dalam tubuh manusia diukur dalam milligram per desiliter darah (mg/dL). Berikut ini adalah batas normal kadar lemak dalam tubuh manusia:

  • Kolesterol total: di bawah 200 mg/dL
  • Kolesterol HDL: di atas 60 mg/dL
  • Kolesterol LDL: di bawah 100 mg/dL
  • Trigliserida: di bawah 150 mg/dL

Penderita dislipidemia biasanya tidak menyadari jika kadar lipid di dalam darahnya tidak normal. Dampaknya, kebanyakan penderita tidak mendapatkan penanganan lebih cepat.

Penyebab Dislipidemia

Berdasarkan penyebabnya, dislipidemia terbagi menjadi dua, yaitu dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer merupakan penyakit keturunan yang biasanya terjadi akibat mutasi genetik.

Dislipidemia primer dapat berupa hiperlipidemia familial, hiperkolesterolemia poligenik, atau hiperapobetalipoproteinemia familial.

Sedangkan dislipidemia sekunder disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat atau akibat kondisi tertentu. Beberapa pola hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami dislipidemia adalah:

  • Kebiasaan merokok
  • Konsumsi minuman beralkohol
  • Jarang berolahraga atau melakukan aktivitas fisik
  • Pola makan tidak sehat, yaitu tingginya asupan makanan tinggi lemak jenuh, serta kurangnya asupan sayuran dan buah

Sementara beberapa penyakit atau kondisi yang juga bisa meningkatkan risiko terjadinya dislipidemia adalah:
  • Diabetes
  • Hipotiroidisme
  • Penyakit hati
  • Penyakit ginjal
  • Berat badan berlebih atau obesitas
  • Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti pil KB, antidepresan, dan obat kortikosteroid
  • Menopause
Gejala Dislipidemia

Dislipidemia adalah kondisi yang tidak menimbulkan gejala pasti. Oleh sebab itu, cara terbaik untuk mengetahui kadar HDL, LDL, dan trigliserida di dalam darah adalah dengan menjalani tes darah profil lemak.

Namun, pada beberapa kasus, dislipidemia parah dapat menimbulkan gejala berupa kemunculan benjolan kuning di sekitar mata dan kelopak mata (xanthelasma).

Kapan harus ke dokter

Dianjurkan untuk melakukan tes skrining profil lemak 1–2 tahun sekali bagi orang dewasa muda dan 1 tahun sekali bagi lansia. Jika hasil tes menunjukkan kadar kolesterol yang tidak sesuai dengan rentang normal, lakukanlah pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Segera cari pertolongan medis ke IGD di rumah sakit terdekat jika Anda mengalami tanda-tanda gawat darurat serangan jantung atau stroke, seperti:
  • Nyeri dada hebat yang mendadak disertai mual, keringat dingin, dan sesak napas
  • Salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan secara tiba-tiba
  • Berbicara pelo secara mendadak
  • Penurunan kesadaran
Diagnosis Dislipidemia

Dokter akan melakukan tanya jawab dengan pasien terkait pola makan dan pola hidup, serta riwayat keluarga. Selanjutnya, dokter akan melakukan tes darah profil lipid guna mendeteksi kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida.

Perlu diketahui bahwa mengonsumsi makanan dan minuman dapat memengaruhi kadar kolesterol. Oleh karena itu, dokter akan menganjurkan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu selama minimal 12 jam sebelum tes darah dimulai.

Selain itu, tes darah juga dilakukan guna mendeteksi high sensitivity C-reaction protein (hs-CRP), lipoprotein A, dan apolipoprotein B.

Dokter juga dapat menyarankan pemeriksaan dengan CT scan jantung. Tujuannya adalah untuk memeriksa apakah dislipidemia telah menimbulkan komplikasi.

Pengobatan Dislipidemia

Penanganan dislipidemia disesuaikan dengan tingkat keparahan dan jenis lemak yang mengalami kenaikan atau penurunan. Metode utama yang disarankan oleh dokter adalah perubahan gaya hidup, yaitu dengan:
  • Mengubah pola makan dengan meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, oatmeal, dan biji-bijian
  • Membatasi konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan tinggi gula
  • Mencukupi asupan makanan yang mengandung omega-3
  • Meningkatkan aktivitas fisik dengan berolahraga setidaknya selama 30 menit setiap hari
  • Menghindari konsumsi minuman beralkohol
  • Berhenti merokok
Selain upaya di atas, penanganan bagi dislipidemia berat adalah dengan pemberian obat golongan statin. Statin berfungsi membantu mengurangi kadar LDL dengan menghambat produksi lipid di hati. Beberapa jenis obat statin yang dapat diresepkan adalah:
  • Atorvastatin
  • Fluvastatin
  • Lovastatin
  • Pravastatin
  • Rosuvastatin
  • Pitavastatin
  • Simvastatin
Obat-obatan tersebut diberikan jika kadar lemak dalam darah telah mencapai angka berikut:
  • Kadar LDL lebih dari 190 mg/dL
  • Kadar HDL kurang dari 40 mg/dL pada pria atau 50 mg/dL pada wanita
  • Kadar trigliserida lebih dari 200 mg/dL
Selain golongan obat statin, beberapa obat lain yang juga dapat diresepkan pada pasien adalah ezetimibe, fibrat, penghambat PCSK9, vitamin B3, asam bempedoat, dan suplemen omega-3.

Komplikasi Dislipidemia

Dislipidemia yang tidak diobati dapat menyebabkan penumpukan lemak di dinding pembuluh darah atau aterosklerosis. Jika dibiarkan, aterosklerosis lama-kelamaan berisiko menimbulkan berbagai komplikasi kesehatan, seperti:
  • Serangan jantung
  • Stroke
  • Penyakit jantung koroner
  • Penyakit arteri perifer
Pencegahan Dislipidemia

Dislipidemia sekunder dapat dicegah dengan menjalani gaya hidup sehat. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
  • Berhenti merokok
  • Berolahraga rutin dan melakukan aktivitas fisik
  • Memenuhi kebutuhan tidur dan beristirahat
  • Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang
  • Membatasi makan makanan yang berlemak jenuh
  • Mengelola stres dengan baik
  • Menjaga berat badan ideal
Sementara itu, dislipidemia primer sulit dicegah. Jika Anda menderita penyakit ini, jalani pengobatan dan kontrol rutin ke dokter untuk mencegah terjadinya komplikasi dislipidemia.

Arsip Blog