rubianto.id

Tampilkan postingan dengan label lifestyle. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lifestyle. Tampilkan semua postingan

14 Desember 2025

Manfaat Tidak Memiliki Media Sosial: Hidup Lebih Tenang di Era Serba Online

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bangun tidur membuka Instagram, istirahat kerja melihat TikTok, sebelum tidur mengecek WhatsApp. Namun, di tengah arus tersebut, muncul fenomena menarik: semakin banyak orang memilih tidak memiliki media sosial—atau setidaknya berhenti menggunakannya secara aktif.

Keputusan ini sering dianggap aneh atau ketinggalan zaman. Padahal, tidak memiliki media sosial justru membawa banyak manfaat bagi kesehatan mental, produktivitas, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Pikiran Lebih Tenang dan Minim Stres

Media sosial kerap menjadi sumber stres tanpa disadari. Berita negatif, konflik di kolom komentar, perbandingan hidup dengan orang lain, hingga tekanan untuk selalu terlihat “bahagia” dapat membebani pikiran.

Tanpa media sosial:

  • Tidak ada dorongan membandingkan diri dengan orang lain
  • Tidak terpapar drama dan konflik daring
  • Pikiran lebih fokus pada kehidupan nyata

Hasilnya, hidup terasa lebih tenang dan emosional lebih stabil.

Lebih Fokus dan Produktif

Notifikasi yang terus berbunyi memecah konsentrasi. Banyak orang berniat membuka media sosial “sebentar”, namun akhirnya menghabiskan waktu berjam-jam tanpa sadar.

Tidak memiliki media sosial membantu:

  • Mengurangi distraksi
  • Meningkatkan fokus kerja dan belajar
  • Menghemat waktu untuk hal yang lebih bermanfaat
Waktu yang biasanya habis untuk scrolling bisa dialihkan untuk membaca, berolahraga, atau mengembangkan keterampilan.

Hubungan Sosial Lebih Berkualitas

Ironisnya, meski media sosial menghubungkan banyak orang, hubungan yang terbangun sering kali dangkal. Interaksi hanya sebatas “like”, komentar singkat, atau emoji.

Tanpa media sosial:

  • Interaksi lebih banyak terjadi secara langsung
  • Percakapan lebih bermakna dan mendalam
  • Hubungan emosional terasa lebih nyata
Kualitas pertemanan meningkat meski jumlahnya mungkin lebih sedikit.

Privasi Lebih Terjaga

Media sosial mendorong pengguna untuk membagikan kehidupan pribadi: lokasi, aktivitas harian, hingga perasaan terdalam. Tanpa disadari, ini membuka celah pelanggaran privasi.

Tidak memiliki media sosial berarti:

  • Data pribadi lebih aman
  • Tidak merasa wajib membagikan kehidupan pribadi
  • Lebih bebas menjalani hidup tanpa pengawasan publik
Hidup terasa lebih autentik karena tidak harus “dipamerkan”.

Rasa Percaya Diri Lebih Sehat

Media sosial sering menciptakan standar hidup yang tidak realistis. Foto sempurna, tubuh ideal, dan kesuksesan instan membuat banyak orang merasa “kurang”.

Tanpa paparan tersebut:

  • Rasa syukur meningkat
  • Harga diri tidak bergantung pada validasi online
  • Kepercayaan diri tumbuh secara alami
Seseorang lebih fokus pada pertumbuhan diri, bukan penilaian orang lain.

Kesehatan Mental Lebih Terjaga

Berbagai penelitian menunjukkan hubungan antara penggunaan media sosial berlebihan dengan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Menghindarinya dapat menjadi langkah preventif yang sederhana namun efektif.

Manfaat yang dirasakan:

  • Tidur lebih nyenyak
  • Emosi lebih stabil
  • Risiko kecanduan digital berkurang
Tidak memiliki media sosial bukan berarti anti-teknologi atau menutup diri dari dunia. Ini adalah pilihan sadar untuk mengelola waktu, emosi, dan perhatian dengan lebih bijak.

Di tengah dunia yang bising dan serba cepat, menjauh dari media sosial bisa menjadi cara sederhana untuk menemukan kembali ketenangan, fokus, dan makna hidup yang lebih dalam.

Kadang, bukan dengan menambah koneksi digital hidup menjadi lebih baik—melainkan dengan menguranginya.

7 Desember 2025

Stres Manusia Modern Setara dengan Stres Menghadapi Seekor Singa: Tinjauan Neurobiologis dan Psikososial

Stres merupakan reaksi adaptif tubuh untuk menghadapi ancaman internal maupun eksternal. Pada masa prasejarah, ancaman utama berupa predator, kondisi alam ekstrem, dan kompetisi fisik. Ancaman tersebut memicu respons stres akut yang memfasilitasi kelangsungan hidup (Sapolsky, 2004). Namun, pada era modern, bentuk stres bergeser ke arah tuntutan sosial, pekerjaan, finansial, dan digital (McEwen, 2007). Meskipun berbeda secara bentuk, organisme manusia tetap mengaktifkan mekanisme neurobiologis yang sama. Hal ini menimbulkan fenomena di mana stres modern dapat menghasilkan intensitas fisiologis yang setara dengan stres menghadapi seekor singa, tetapi berlangsung secara lebih kronis.

Mekanisme Neurobiologis Stres

Respons stres dikendalikan oleh sumbu HPA (Hypothalamic–Pituitary–Adrenal) dan sistem saraf simpatis. Ketika individu menghadapi ancaman, hipotalamus memicu pelepasan CRH, diikuti ACTH dari pituitari, dan akhirnya kortisol dari kelenjar adrenal (Kemeny, 2003). Aktivasi simultan sistem simpatis menghasilkan peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan kesiapan motorik.

Pada konteks evolusioner, respons ini berfungsi untuk menghadapi ancaman predator seperti singa. Respons yang cepat dan intens bersifat adaptif terhadap ancaman fisik akut.

Stres Modern sebagai Pemicu Respons Evolusioner Lama

Pada era digital, ancaman tidak lagi berupa bahaya fisik, tetapi berupa tekanan pekerjaan, konflik interpersonal, tuntutan sosial, dan informasi berlebih. Namun otak limbik—khususnya amigdala—tidak membedakan ancaman fisik dan psikososial (LeDoux, 2012). Akibatnya, notifikasi dari ponsel, kritik atasan, atau tekanan ekonomi dapat memicu respons fisiologis serupa dengan menghadapi predator.

Perbedaan Stres Akut dan Stres Kronis

Stres menghadapi predator umumnya bersifat akut, intens, tetapi singkat. Setelah ancaman berlalu, tubuh kembali stabil. Sebaliknya, stres modern bersifat kronis karena bersumber dari masalah yang berlangsung lama: pekerjaan, ekonomi, pendidikan, dan media sosial (Lupien et al., 2009). Aktivasi sumbu HPA yang terus-menerus memicu allostatic load, yaitu kelelahan biologis akibat stres berkepanjangan (McEwen & Wingfield, 2010).

Dampak Kesehatan Stres Modern

Stres kronis berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan:

Dampak Fisiologis

  • hipertensi dan penyakit kardiovaskular
  • penurunan imunitas
  • gangguan tidur
  • masalah gastrointestinal
  • inflamasi kronis

Dampak Psikologis

  • kecemasan dan depresi
  • burnout
  • gangguan konsentrasi
  • kelelahan kognitif

Kondisi ini lebih berbahaya daripada stres akut karena bersifat terus-menerus tanpa resolusi yang jelas.

Implikasi bagi Kehidupan Modern

Relevansi temuan ini menunjukkan perlunya strategi pengelolaan stres yang terstruktur, meliputi:

  • regulasi pernapasan dan teknik relaksasi
  • aktivitas fisik teratur
  • manajemen waktu dan informasi
  • dukungan sosial
  • intervensi psikologis berbasis kognitif-perilaku

Pendekatan ini membantu menurunkan aktivasi sumbu HPA sehingga mengurangi beban fisiologis jangka panjang.

Respons stres manusia modern memiliki dasar biologis yang sama dengan respons ketika menghadapi ancaman ekstrem pada manusia purba, seperti serangan predator. Namun, karakteristik stres modern yang bersifat kronis menjadikannya lebih berbahaya bagi kesehatan. Kesetaraan respons fisiologis tersebut menunjukkan bahwa tubuh manusia belum sepenuhnya beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial modern yang kompleks. Dengan memahami mekanisme ini, diperlukan strategi pengelolaan stres yang komprehensif untuk menjaga kesehatan fisik dan mental di era modern.

Referensi:

Kemeny, M. E. (2003). The psychobiology of stress. Current Directions in Psychological Science, 12(4), 124–129.

LeDoux, J. (2012). The emotional brain: The mysterious underpinnings of emotional life. Simon & Schuster.

Lupien, S. J., McEwen, B. S., Gunnar, M. R., & Heim, C. (2009). Effects of stress throughout the lifespan on the brain, behaviour and cognition. Nature Reviews Neuroscience, 10(6), 434–445.

McEwen, B. S. (2007). Physiology and neurobiology of stress and adaptation: Central role of the brain. Physiological Reviews, 87(3), 873–904.

McEwen, B. S., & Wingfield, J. C. (2010). What is in a name? Integrating homeostasis, allostasis and stress. Hormones and Behavior, 57(2), 105–111.

Sapolsky, R. M. (2004). Why zebras don’t get ulcers: The acclaimed guide to stress, stress-related diseases, and coping. Holt Paperbacks.

30 November 2024

Bye - Bye Kebiasaan TOXIC yang Bikin SICK

Mulai tinggalin kebiasaan toxic kamu biar hidup lebih sehat dan bahagia! đŸ’ª✨

Kebiasaan kebanyakan scroll medsos, makan junk food, atau males gerak bisa pelan-pelan dikurangin yaaaa.


Gak cuma buat kesehatan fisik, tapi mental juga jadi lebih tenang dan mood makin stabil.

Step by step, yang penting konsisten! đŸ’¯

12 Oktober 2024

Narcissistic Personality Disorder, Apa Itu?

Apabila kita membutuhkan dan mencari terlalu banyak perhatian dan ingin orang lain mengagumi diri kita di sosial media, hati-hati,,, bisa jadi kita menderita Narcissistic Personality Disorder (NPD). Apa itu Narcissistic Personality Disorder (NPD)?

Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya pikiran, sikap, dan perilaku tidak serasi dalam hal kesadaran, pengendalian impuls, persepsi, cara berpikir, dan hubungan dengan orang lain dalam jangka waktu yang lama, menetap dan menyebabkan penderitaan, serta mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial sehari hari.

Terdapat sejumlah tanda atau gejala gangguan NPD yang bisa diketahui. Salah satunya pengidap biasanya merasa dirinya sangat penting. Melebihkan bakat/prestasinya, mengharap dikenal sebagai orang yang superior. Orang dengan gangguan ini juga merasa dirinya sebagai orang yang spesial dan unik yang hanya dapat dimengerti oleh atau perlu berhubungan dengan orang lain, institusi yang spesial, hingga berkedudukan lebih tinggi. Pengidap juga membutuhkan pemujaan berlebihan.

Merasa dirinya 'mempunyai hak istimewa', misalnya menuntut agar ia mendapat perlakuan khusus, atau orang lain harus menurut kehendaknya, dalam hubungan interpersonal bersifat eksploitatif, menggunakan orang lain untuk kepentingan dirinya. 

Kurang atau tidak mampu berempati, tidak mau mengenal atau beridentifikasi dengan perasaan atau kebutuhan orang lain. Kemudian sering iri hati pada orang lain, atau merasa bahwa orang lain iri hati terhadapnya. Selain itu, orang dengan gangguan kesehatan mental ini juga bersikap sombong.

Jika tanda dan gejala ini ada pada diri kita, hati-hati,,,akan mengganggu fungsi kehidupan sehari hari dan juga dapat merusak relasi kita dengan orang lain. Apabila sudah demikian maka diagnosis NPD dapat ditegakkan.

28 September 2024

Doom Spending yang Bikin Miskin Milenial dan Gen Z

Doom spending saat ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial, yang semakin populer di kalangan generasi milenial dan Gen Z.

Doom spending dianggap sebagai cara baru untuk meredakan stres akibat berbagai masalah, seperti ekonomi, pendidikan, dan politik.


Dengan memanjakan diri melalui belanja, banyak orang berharap dapat mengatasi tekanan dan ketidakpastian yang mereka hadapi.

Doom spending adalah perilaku saat seseorang merasa cemas atau pesimis tentang masa depan dan mengeluarkan uang secara berlebihan sebagai respons terhadap tekanan hidup.

Aktivitas ini sering dianggap sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dan meredakan stres. Berbelanja dapat memberikan kegembiraan sementara dan rasa lega, meskipun hanya bersifat sementara.

Selain stres, doom spending juga dipengaruhi oleh rasa takut ketinggalan (FOMO) yang sering muncul dari media sosial. Banyak orang mengikuti jejak teman atau influencer yang menghabiskan uang untuk tren terbaru, sehingga merasa lebih terhubung dan bebas dari kecemasan.

Namun, doom spending tidak baik jika dilakukan terus-menerus. Kebiasaan ini dapat berdampak negatif pada keuangan di masa depan.

Untuk mengatasi hal ini, Anda bisa menetapkan batasan pengeluaran, seperti hanya membeli satu barang setiap bulan atau memberi hadiah pada diri sendiri setelah mencapai sesuatu.

Selain itu, mencari cara lain untuk mengelola stres sangatlah penting. Aktivitas, seperti meditasi, yoga, dan olahraga dapat membantu meredakan kecemasan tanpa perlu bergantung pada belanja.

23 Juni 2024

Cara Menjauh dari Teman yang Buruk Tanpa Menyakiti Hatinya

Walau berat, kita harus berani mengambil keputusan untuk pergi dari teman-teman yang negatif. Kalau kita tidak menjauhi mereka hanya karena sungkan atau takut mereka akan terluka atau semakin membenci kita, nantinya malah itu akan membahayakan kesehatan mental kita sendiri. Mending menjauh sekarang dibanding lebih lama terkontaminasi dengan mereka. 

"Mundur Perlahan, Nanti Juga Terbiasa"

Jadikan Kesibukan Kita Sebagai Tameng

Untuk awal, ada baiknya kita menghindar karena kesibukan kita. Semakin kita punya banyak hal untuk dikerjakan, semakin kita punya alasan untuk tidak menemui mereka. Buat mereka sadar dengan sendirinya bahwa kita sengaja menjauhinya adalah salah satu cara membuat mereka mundur perlahan.

Berani Menolaknya Sama Sekali Bukanlah Suatu Kesalahan

Jangan sungkan untuk menolak mereka. Katakan dengan tegas kita tidak mau menemani mereka atau ikut kemana mereka pergi. Ketika kita menolaknya, suatu saat dia pasti akan berpikir ulang untuk mengajak kita lagi. Lebih baik menolak sekarang daripada terus menjalin hubungan palsu yang tidak kita kehendaki.

Penuhi Hari Kita dengan Teman yang Positif

Cara terbaik pergi dari teman yang buruk hanyalah mencari teman yang baik. Pasti masih ada lingkungan sehat yang bisa jadi bagian kita. Jangan tunda atau buang waktu dengan teman yang membuat kualitas diri kita menurun. Lebih baik luangkan waktu untuk hal bermanfaat lainnya.

Jauhkan Diri dari Segala Media Sosial Mereka

Tidak menutup kemungkinan kita akan merindukan sosok seorang teman dari mereka. Makanya penting untuk tidak membuka media sosialnya sama sekali. Kalau sudah tahu mereka bukan teman yang baik, maka seharusnya hal apapun tentangnya tidak membuatmu tertarik lagi.

Mengurangi Intensitas Sebisa Mungkin

Pertemanan bisa terjalin akrab karena intensitas yang sering. Jadi, kalau kita memang mau menjauh maka sebisa mungkin jauhkan dari segala urusan mereka. Jangan terlibat dalam apapun kegiatannya dan juga sebaliknya. Mengurangi intensitas akan membuat kita dan mereka terbiasa tanpa satu sama lain.

Sebenarnya kita tidak membutuhkan teman negatif seperti mereka. Jangan pernah merasa sayang atau sungkan meninggalkan orang yang buruk. Percayalah tipe toxic seperti itu tidak membutuhkan kamu sebagai teman. Dia hanya membutuhkan dirinya sendiri.

11 Agustus 2023

Work Life Balance dan Cara Menerapkannya

Work life balance bukanlah tentang pembagian waktu yang adil antara dunia pekerjaan dan kehidupan pribadi, melainkan apakah Anda merasa puas di kedua kehidupan tersebut. Jika Anda merasa stres atau kewalahan di tempat kerja dan di rumah, bisa jadi ini merupakan tanda work life balance yang buruk.

Work life balance merupakan istilah untuk menggambarkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Banyak pekerja yang tidak menyadarinya karena tekanan dari atasan dan tuntutan hidup. Padahal, work life balance yang buruk dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Standar work life balance yang baik adalah Anda merasa bahagia dan produktif di tempat kerja sambil tetap menikmati waktu untuk hal-hal yang Anda sukai di luar bekerja, misalnya menjalani hobi atau menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga.

Selain itu, Anda juga tidak mengkhawatirkan pekerjaan saat berada di rumah, memiliki waktu tidur yang cukup, dan menjalani pola hidup sehat.

Pentingnya Work Life Balance

Terlalu banyak tuntutan pekerjaan hampir setiap hari bisa membuat para pekerja sulit memiliki work life balance dan terjebak dalam gaya hidup hustle culture. Tanpa disadari, kebiasaan ini berdampak buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang, baik fisik maupun mental.

Ketika work life balance buruk, yang terjadi justru tingkat stres meningkat, produktivitas dan motivasi menurun, konsentrasi atau kreativitas berkurang, merasa tertekan terus-menerus dan mudah marah, bahkan hubungan pribadi dan profesional juga bisa terganggu.

Seiring berjalannya waktu, hal ini akan melemahkan imunitas tubuh dan membuat tubuh rentan sakit, khususnya flu, sakit perut, sakit kepala, atau sakit punggung. Bahkan, penelitian terbaru menyatakan bahwa stres berlarut-larut karena pekerjaan bisa meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.

Oleh karena itu, work life balance sangatlah penting diwujudkan bagi para pekerja. Menurut berbagai riset, pekerja yang memiliki work life balance menunjukkan performa kerja yang baik, jarang ambil cuti sakit, jarang mengalami burnout, dan lebih efisien dalam bekerja sehingga mampu menyelesaikan target yang ditentukan.

Cara Menerapkan Work Life Balance

Tetapkan prioritas pekerjaan

Kurangnya kontrol dalam pekerjaan bisa menjadi awal work life balance yang buruk. Oleh karena itu, kunci pertama adalah menetapkan daftar prioritas tugas atau kegiatan yang perlu dilakukan. Catatlah dan dahulukan pekerjaan yang penting.

Bila pekerjaan yang Anda terima dirasa terlalu banyak dan melampaui batas kemampuan Anda, tidak apa-apa bersikap realistis dengan minta bantuan rekan kerja lain atau minta tambahan waktu untuk menyelesaikannya.

Jangan menunda-nunda pekerjaan

Saat Anda terbiasa menunda-nunda, tugas akan makin terasa menumpuk di pikiran hingga begitu sulit dikerjakan. Solusinya, mulailah dengan tugas yang mudah dan sederhana terlebih dahulu. Selesaikanlah satu per satu sebelum lanjut ke tugas selanjutnya. Agar tidak bosan, berilah jeda waktu istirahat sekitar 5 menit saat bekerja.

Ingatlah, menunda-nunda pekerjaan tidak membuat pekerjaan tersebut selesai dengan sendirinya. Makin cepat kerjaan selesai, makin banyak waktu pula yang bisa dihabiskan untuk istirahat atau berkumpul bersama teman dan keluarga.

Ketahui kapan harus berhenti

Banyak pekerja yang memberikan seluruh energinya pada pekerjaan hingga tidak kenal waktu. Ini dapat terjadi karena tuntutan pekerjaan yang begitu berat atau adanya tekanan untuk tetap bekerja setiap waktu, bahkan di akhir pekan atau hari libur. Akibatnya, energi pun habis dan tidak ada waktu untuk menjalani kehidupan pribadi.

Jika Anda sudah berada di tahap ini, cobalah berhenti, matikan notifikasi email kantor, dan luangkan waktu untuk merenung, “Apakah cara Anda menjalani hidup saat ini sudah menjadi yang terbaik?”.

Jangan khawatir, pekerjaan Anda tidak harus selalu diselesaikan di satu waktu yang sama. Masih ada hari esok untuk melanjutkannya.

Jaga komunikasi dengan orang terdekat

Jangan lupa untuk tetap memprioritaskan waktu bersama orang-orang terdekat, seperti keluarga, teman, atau pasangan. Tanpa Anda sadari atau tidak, ini bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk rehat sebentar dari pekerjaan agar tidak stres dan burnout.

Jangan ragu mengambil cuti

Sebagian pekerja mungkin sungkan atau terlalu takut untuk mengajukan cuti ke atasan, padahal cuti merupakan hak karyawan. Jadi, jika Anda merasa butuh istirahat dari pekerjaan, ambillah cuti 1 atau 2 hari untuk melakukan aktivitas apa pun yang Anda sukai, misalnya pergi berlibur ke pantai.

Ingat, jangan lupa matikan notifikasi kerjaan di ponsel dan beri tahu rekan kerja bahwa Anda sedang cuti. Dengan begitu, Anda bisa tetap fokus memulihkan diri.

Utamakan kesehatan diri sendiri

Tidak ada hal yang lebih penting dari kesehatan mental dan fisik diri sendiri. Jangan sampai Anda mengorbankan kesehatan hanya karena pekerjaan yang sebenarnya bisa ditunda. Lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?

Jadi, jalanilah hidup yang sehat dengan berolahraga secara rutin, tidur yang cukup pada waktu yang teratur setiap hari, konsumi makanan sehat, dan hindari konsumsi minuman beralkohol.


Mewujudkan work life balance bisa menjadi tantangan yang cukup sulit bagi sebagian besar pekerja. Alasannya karena banyak hal, misalnya karena banyak tanggung jawab yang harus dipikul, atasan yang terlalu banyak menuntut, atau karena masalah kesehatan.

Meski kelihatannya tidak mudah, bukan berarti work life balance diabaikan dan dibiarkan begitu saja. Setidaknya, cobalah berusaha melakukan segala cara agar mendapatkan work life balance.

Bila Anda merasa tetap kesulitan untuk mendapatkan work life balance hingga mengalami tanda-tanda depresi, janganlah ragu mencari bantuan ke psikolog agar mendapatkan saran yang tepat.

28 Juli 2023

Arti Slow Living atau Hidup Lambat

Slow living adalah pola pikir di mana Anda menyusun gaya hidup yang lebih bermakna dan sadar yang sejalan dengan apa yang paling Anda hargai dalam hidup.

Itu berarti melakukan segalanya dengan kecepatan yang tepat. Alih-alih berusaha melakukan sesuatu dengan lebih cepat, gerakan lambat berfokus pada melakukan sesuatu dengan lebih baik. Seringkali, itu berarti memperlambat, melakukan lebih sedikit, dan memprioritaskan menghabiskan jumlah waktu yang tepat untuk hal-hal yang paling penting bagi Anda.

Dengan memperlambat dan dengan sengaja menempatkan nilai-nilai Anda yang sebenarnya di jantung gaya hidup Anda, pola pikir hidup lambat mendorong Anda untuk hidup dalam kesadaran diri dan membuat keputusan yang sadar dan bertujuan untuk kepentingan kesejahteraan Anda dan planet ini.

Kehidupan lambat menyangkal bahwa sibuk sama dengan sukses atau penting. Itu berarti hadir dan pada saat ini, merayakan kualitas daripada kuantitas, hidup dengan niat, sadar dan mempertimbangkan. Mengadopsi pola pikir yang lebih lambat berarti mematikan autopilot dan memberi ruang untuk refleksi dan kesadaran diri.

"Hidup lambat berarti hidup lebih baik, bukan lebih cepat"

Sejarah Gerakan Lambat

Slow living adalah bagian dari gerakan lambat yang lebih luas yang dimulai pada 1980-an di Italia. Menghadapi pembukaan McDonald's di jantung kota Roma, Carlo Petrini dan sekelompok aktivis membentuk Slow Food, sebuah gerakan yang mempertahankan tradisi makanan daerah. Gerakan slow food kini memiliki pendukung di lebih dari 150 negara dan terus melindungi tradisi gastronomi, mempromosikan upah yang adil bagi produsen, mendorong kenikmatan makanan berkualitas baik, dan terlibat dalam aktivitas seputar keberlanjutan.

Carl Honoré, salah satu penulis dan pembicara paling terkenal tentang gerakan lambat, membantu membawa konsep hidup lambat ke arus utama pada tahun 2004 dengan menerbitkan bukunya In Praise of Slowness. Honoré mengeksplorasi bagaimana Slow Food memicu gerakan hidup lambat yang lebih luas dengan 'lambat' sekarang diterapkan ke area kehidupan lain yang telah mengalami percepatan besar, termasuk pekerjaan, mengasuh anak, dan rekreasi.

Sejak penerbitan buku, kecepatan hidup kita terus meningkat, begitu pula kesadaran akan gerakan hidup yang lambat. Saat ini, perjalanan lambat, mode lambat, kebugaran lambat, berkebun lambat, interior lambat, desain lambat, pemikiran lambat, berita lambat, dan kerja lambat adalah contoh cabang lebih lanjut dari gerakan hidup lambat. Semakin banyak orang mengakui bahwa lebih cepat tidak selalu lebih baik.

Lambat Hidup dalam Pandemi dan seterusnya

Dengan lebih banyak orang yang terpaksa memperlambat dan menyederhanakan gaya hidup mereka, minat terhadap gerakan lambat meningkat selama pandemi. Faktanya, Google melaporkan peningkatan 4x lipat dalam jumlah video YouTube dengan judul 'hidup lambat' pada tahun 2020 vs 2019. Sementara beberapa klip ini menggambarkan keberadaan pedesaan yang indah yang jauh dari kenyataan sebagian besar, peningkatan konten video tersebut menunjukkan keinginan untuk terhubung kembali dengan hobi, alam, dan diri kita sendiri yang bermakna. Dengan lebih banyak waktu untuk merenung dan peralihan tiba-tiba ke kerja jarak jauh yang belum pernah terjadi sebelumnya, banyak yang menilai kembali apa yang benar-benar penting bagi mereka.

"hidup lebih baik, bukan lebih cepat"

Kesalahpahaman tentang Hidup Lambat

Gerakan hidup lambat menghilangkan konotasi negatif dari kata 'pelan' yang mungkin disamakan beberapa orang dengan lamban, malas atau tidak produktif.

Pembicara hidup lambat Carl Honoré sering menyebutkan perbedaan antara 'lambat baik' dan 'lambat buruk'. Perbedaannya adalah bahwa 'lamban yang baik' adalah tentang memperlambat secara sadar untuk melakukan hal-hal dengan kecepatan yang tepat untuk mencapai hasil yang lebih baik, sedangkan 'lambat yang buruk' mungkin sesuatu di luar kendali kita, seperti antrian panjang atau kemacetan lalu lintas. Sebaliknya, ada juga 'cepat baik' dan 'cepat buruk'. Kecepatan bisa mengasyikkan dan menggembirakan dalam situasi yang tepat, tetapi terburu-buru dalam hidup, hanya melihat sekilas permukaan, justru sebaliknya.

Oleh karena itu, salah satu kesalahpahaman terbesar dari gerakan hidup lambat adalah bahwa hal itu menyarankan agar kita melakukan segala sesuatu dengan lambat, bergerak dengan kecepatan siput. Namun, pada kenyataannya, ini hanya tentang memperlambat untuk mematikan keadaan autopilot yang sering kita alami. Ini memberi kita ruang kepala untuk memprioritaskan apa yang penting dan menetapkan jumlah waktu yang tepat untuk setiap tugas atau aktivitas.

Hidup lambat bukan hanya untuk mereka yang tinggal di pedesaan. Slow living adalah pola pikir semua orang, entah rumah Anda di ibu kota yang ramai atau dusun.

Hidup lambat tidak bertentangan dengan menjadi sukses atau produktif. Sebaliknya, ini tentang menjalankan ide kesuksesan Anda sendiri dan memprioritaskan apa yang paling penting bagi Anda.

Hidup lambat bukan berarti bebas dari teknologi. Itu berarti memastikan teknologi melayani kita, bukan mengganggu kita, dan mengakui perlunya waktu henti layar di era digital.

Dan akhirnya, hidup lambat bukanlah perbaikan cepat, ini adalah perubahan pola pikir yang membutuhkan waktu dan akan terus berubah saat hal yang paling penting bagi Anda berubah. Seperti yang ditulis Brooke McAlary dalam bukunya SLOW: “Ini bukan perlombaan dengan garis start dan finish. Ini lambat, tidak sempurna, disengaja dan berkembang."

kesehatan kuliner lifestyle

Arsip Blog